MAKALAH
SISTEM HUKUM INDONESIA
OLEH
AYU
NOVITA SARI
1101601
ILMU SOSIAL
POLITIK
ILMU
ADMINISTRASI NEGARA
FAKULTAS ILMU –
ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS
NEGERI PADANG
2012
DOSEN PEMBIMBING
Aldri Frinaldi, S.H., M. Hum.
NID : 19700212 199802 1 001
NID : 19700212 199802 1 001
KATA PENGANTAR
Bismillahhirrahmanirrahim
Puji
dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan malakah ini. Untuk
terwujudnya makalah ini penulis sangat berterima kasih yang sebesar-besarnya
kepada semua pihak yang telah membantu pembuatan makalah ini sehingga dapat
diselesaikan sesuai rencana.
Penulisan
makalah ini adalah merupakan salah satu tugas dan persyaratan untuk
menyelesaikan tugas mata kuliah Sistem Hukum Indonesia ini merupakan mata
kuliah yang harus diikuti setiap mahasiswa
jurusan Ilmu Sosial Politik Prodi Ilmu Administrasi Negara yang dibebani
dengan bobot 2 sks.
Dalam Penulisan makalah ini penulis merasa masih banyak
kekurangan-kekurangan baik pada teknis penulisan maupun materi, mengingat akan
kemampuan yang dimiliki penulis. Untuk itu kritik dan saran dari semua pihak
sangat penulis harapkan demi penyempurnaan pembuatan makalah ini.
Dalam penulisan makalah ini penulis menyampaikan ucapan
terima kasih kepada pihak-pihak yang membantu dalam penulisan makalah ini.
Penulis berharap makalah ini dapat dipergunakan dengan sebaik-baiknya.
Padang
, Februari 2012
Penulis
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Memperhatikan perkembangan sistem hukum Indonesia,
kita akan melihat adanya ciri-ciri yang spesifik dan menarik untuk dikaji.
Sebelum pengaruh hukum dari penjajahan Belanda di Indonesia berlaku hukum adat
dan hukum Islam yang berbeda-beda dari berbagai masyarakat adat di Indonesia
dari setiap kerajaan dan etnik yang berbeda. Setelah masuk penjajah Belanda
membawa hukumnya sendiri yang sebagian besarnya merupakan konkordansi dengan
hukum yang berlaku di Belanda yaitu hukum tertulis dan perundang-undangan yang
bercorak positivis. Walaupun demikian Belanda menganut politik hukum adat (adatrechtpolitiek),
yaitu membiarkan hukum adat itu berlaku bagi golongan masyarakat Indonesia asli
dan hukum Eropa berlaku bagi kalangan golongan Eropa yang bertempat tinggal di Indonesia
(Hindia Belanda). Dengan demikian pada masa Hindia Belanda berlaku pluralisme
hukum. Perkembangan hukum di Indonesia menunjukkan kuatnya pengaruh hukum
kolonial dan meninggalkan hukum adat
1.2
RUMUSAN MASALAH
1.
Apakah yang dimaksud dengan hukum ?
2.
Bagaimana sejarah hukum di Indonesia ?
3.
Apa tujuan dan fungsi hukum ?
4.
Bagaiman peristiwa hukum bisa terjadi ?
5.
Apa kaidah dan norma dalam hukum ?
6.
Apa saja pembagian dari hukum tersebut ?
7.
Bagaimana politik hukum di Indonesia ?
1.3 TUJUAN
Penulisan makalah ini mempunyai tujuan sebagai berikut
:
1.
Memenuhi tugas mata kuliah Sistem Hukum Indonesia
2.
Untuk mengetahui bagaimana perkembangan sistem
hukum di Indonesia.
3.
Untuk mengetahui komponen-komponen apa saja yang
terdapat dalam sistem hukum tersebut.
1.4
MANFAAT PENULISAN
Hasil dari
penulisan ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada semua pihak, khususnya
kepada mahasiswa untuk menambah pengetahuan dan wawasan dalam tentang Sistem
Hukum Indonesia .
1.5 METODE PEROLEHAN DATA
Data penulisan makalah ini diperoleh dengan metode studi kepustakaan. Metode
studi kepustakaan yaitu suatu metode dengan membaca telah pustaka tentang.
Selain itu, tim penulis juga memperoleh data dari internet.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
PENGERTIAN
HUKUM
Hukum atau ilmu hukum adalah suatu sistem aturan atau adat yang secara
resmi dianggap mengikat dan dikukuhkan oleh penguasa, pemerintah atau otoritas
melalui lembaga atau institusi hukum.Berikut ini definisi Hukum menurut para ahli :
ü Menurut Tullius Cicerco (Romawi) dala “ De
Legibus”: Hukum adalah akal tertinggi yang ditanamkan oleh
alam dalam diri manusia untuk menetapkan apa yang boleh dan apa yang tidak
boleh dilakukan.
ü Hugo Grotius (Hugo de Grot) dalam “ De
Jure Belli Pacis” (Hukum Perang dan Damai), 1625: Hukum adalah aturan tentang tindakan moral
yang mewajibkan apa yang benar.
ü J.C.T. Simorangkir, SH dan Woerjono
Sastropranoto, SH mengatakan bahwa : Hukum adalah peraturan-peraturan yang bersifat
memaksa, yang menentukan tingkah laku manusia dalam lingkungan masyarakat yang
dibuat oleh badan-badan resmi yang berwajib.
ü Thomas Hobbes dalam “ Leviathan”, 1651: Hukum
adalah perintah-perintah dari orang yang memiliki kekuasaan untuk memerintah
dan memaksakan perintahnya kepada orang lain.
ü Rudolf von Jhering dalam “ Der Zweck Im
Recht” 1877-1882: Hukum adalah keseluruhan peraturan yang memaksa
yang berlaku dalam suatu Negara.
ü Plato : Hukum merupakan peraturan-peraturan yang teratur
dan tersusun baik yang mengikat masyarakat.
ü Utrecht :
Hukum merupakan himpunan petunjuk
hidup – perintah dan larangan yang mengatur tata tertib dalam suatu masyarakat
yang seharusnya ditaati oleh seluruh anggota masyarakat oleh karena itu
pelanggaran petunjuk hidup tersebut dapat menimbulkan tindakan oleh
pemerintah/penguasa itu.
ü R. Soeroso SH :Hukum adalah himpunan peraturan yang
dibuat oleh yang berwenang dengan tujuan untuk mengatur tata kehidupan
bermasyarakat yang mempunyai ciri memerintah dan melarang serta mempunyai sifat
memaksa dengan menjatuhkan sanksi hukuman bagi yang melanggarnya.
ü Abdulkadir Muhammad, SH : Hukum adalah segala peraturan tertulis dan
tidak tertulis yang mempunyai sanksi yang tegas terhadap pelanggarnya.
ü Mochtar Kusumaatmadja dalam “Hukum,
Masyarakat dan Pembinaan Hukum Nasional (1976:15):
ü Menurut
Daliyo, : Hukum pada dasarnya adalah peraturan tingkah laku manusia,
yang diadakan oleh badan-badan resmi yang berwajib, yang bersifat memaksa,
harus dipatuhi, dan memberikan sanksi tegas bagi pelanggar peraturan tersebut
(sanksi itu pasti dan dapat dirasakan nyata bagi yang bersangkutan).
ü Van
Vanenhoven : Suatu gejala dalam pergaulan hidup yang bergolak terus
menerus dalam keadaan berbenturan tanpa henti dari gejala-gejala lain.
ü Prof.
Soedkno Mertokusumo : Keseluruhan kumpulan peraturan-peraturan atau
kaidah-kaidah dalam suatu kehidupan bersama, keseluruhan peraturan tingkah laku
yang berlaku dalam suatu kehidupan bersama, yang dapat dipaksakan
pelaksanaannya dengan sanksi.
ü Mochtar
Kusumaatmadja : Keseluruhan asas dan kaidah yang mengatur pergaulan
hidup manusia dalam masyarakat, juga meliputi lembaga (institusi) dan proses
yang mewujudkan kaidah tersebut dalam masyarakat.
ü Aristoteles
: Sesuatu yang berbeda dari sekedar mengatur dan mengekspresikan bentuk dari
konstitusi dan hukum berfungsi untuk mengatur tingkah laku para hakim dan
putusannya di pengadilan untuk menjatuhkan hukuman terhadap pelanggar.
ü Hugo
de Grotius : Peraturan tentang tindakan moral yang menjamin keadilan
pada peraturan hukum tentang kemerdekaan (law is rule of moral action
obligation to that which is right).
ü Leon
Duguit : Semua aturan tingkah laku para angota masyarakat, aturan yang
daya penggunaannya pada saat tertentu diindahkan oleh anggota masyarakat
sebagai jaminan dari kepentingan bersama dan jika yang dlanggar menimbulkan
reaksi bersama terhadap orang yang melakukan pelanggaran itu.
ü Immanuel
Kant : Keseluruhan syarat-syarat yang dengan ini kehendak bebas dari
orang yang satu dapat menyesuaikan diri dengan kehendak bebas dari orang yang
lain, menuruti peraturan hukum tentang kemerdekaan.
ü Roscoe
Pound : Sebagai tata hukum mempunyai pokok bahasan hubungan antara
manusia dengan individu lainnya, dan hukum merupakan tingkah laku para individu
yang mempengaruhi individu lainnya. Adapun hukum sebagai kumpulan dasar-dasar
kewenangan dari putusan-putusan pengadilan dan tindakan administratif Law as a
tool of social engineering.
ü John
Austin : Seperangkat perintah, baik langsung maupun tidak langsung
dari pihak yang berkuasa kepada warga rakyatnya yang merupakan masyarakat
politik yang independen dimana pihak yang berkuasa memiliki otoritas yang
tertinggi.
ü Karl
Von Savigny : Aturan yang terbentuk melalui kebiasaan dan perasaan
kerakyatan, yaitu melalui pengoperasian kekuasaan secara diam-diam. Hukum
berakar pada sejarah manusia, dimana akarnya dihidupkan oleh kesadaran,
keyakinan, dan kebiasaan warga masyarakat.
ü Holmes
: Apa yang dikerjakan dan diputuskan oleh pengadilan.
ü Soerjono
Soekamto : Mempunyai berbagai arti: 1. Hukum dalam arti ilmu
(pengetahuan) hukum 2. Hukum dalam arti disiplin atau sistem ajaran tentang
kenyataan 3. Hukum dalam arti kadah atau norma 4. Hukum dalam ari tata
hukum/hukum positf tertulis 5. Hukum dalam arti keputusan pejabat 6. Hukum
dalam arti petugas 7. Hukum dalam arti proses pemerintah 8. Hukum dalam arti
perilaku yang teratur atau ajeg 9. Hukum dalam arti jalinan nilai-nilai
B.
SEJARAH
HUKUM INDONESIA
·
Periode
Kolonialisme
Periode kolonialisme terbagi ke dalam tiga tahapan besar, yakni:
periode VOC, Liberal Belanda dan Politik etis hingga penjajahan Jepang.
a.
Periode VOC
Pada masa pendudukan VOC, sistem hukum yang diterapkan
bertujuan untuk:
1.
Kepentingan
ekspolitasi ekonomi demi mengatasi krisis ekonomi di negeri Belanda;
2.
Pendisiplinan rakyat
pribumi dengan cara yang otoriter; dan
3.
Perlindungan terhadap
pegawai VOC, sanak-kerabatnya, dan para pendatang Eropa.
Hukum Belanda diberlakukan terhadap orang-orang Belanda
atau Eropa. Sedangkan bagi pribumi, yang berlaku adalah hukum-hukum yang
dibentuk oleh tiap-tiap komunitas secara mandiri. Tata pemerintahan dan politik
pada zaman itu telah meminggirkan hak-hak dasar rakyat di nusantara dan
menjadikan penderitaan yang mendalam terhadap rakyat pribumi di masa itu.
b.
Periode liberal Belanda
Pada 1854 di Hindia Belanda diterbitkan Regeringsreglement
(selanjutnya disebut RR 1854) atau Peraturan tentang Tata Pemerintahan (di
Hindia Belanda) yang tujuan utamanya melindungi kepentingan kepentingan
usaha-usaha swasta di negeri jajahan dan untuk pertama kalinya mengatur
perlindungan hukum terhadap kaum pribumi dari kesewenang-wenangan pemerintahan
jajahan. Hal ini dapat ditemukan dalam (Regeringsreglement) RR 1854 yang
mengatur tentang pembatasan terhadap eksekutif (terutama Residen) dan
kepolisian, dan jaminan terhadap proses peradilan yang bebas.
Otokratisme administrasi kolonial masih tetap berlangsung
pada periode ini, walaupun tidak lagi sebengis sebelumnya. Namun, pembaruan
hukum yang dilandasi oleh politik liberalisasi ekonomi ini ternyata tidak
meningkatkan kesejahteraan pribumi, karena eksploitasi masih terus terjadi,
hanya subyek eksploitasinya saja yang berganti, dari eksploitasi oleh negara
menjadi eksploitasi oleh modal swasta.
c.
Periode Politik Etis
Sampai Kolonialisme Jepang
Kebijakan
Politik Etis dikeluarkan pada awal abad 20. Di antara kebijakan-kebijakan awal
politik etis yang berkaitan langsung dengan pembaharuan hukum adalah: 1)
Pendidikan untuk anak-anak pribumi, termasuk pendidikan lanjutan hukum; 2)
Pembentukan Volksraad, lembaga perwakilan untuk kaum pribumi; 3) Penataan
organisasi pemerintahan, khususnya dari segi efisiensi; 4) Penataan lembaga
peradilan, khususnya dalam hal profesionalitas; 5) Pembentukan peraturan
perundang-undangan yang berorientasi pada kepastian hukum. Hingga runtuhnya
kekuasaan kolonial, pembaruan hukum di Hindia Belanda mewariskan: 1)
Dualisme/pluralisme hukum privat serta dualisme/pluralisme lembaga-lembaga
peradilan; 2) Penggolongan rakyat ke dalam tiga golongan; Eropa dan yang
disamakan, Timur Asing, Tionghoa dan Non-Tionghoa, dan Pribumi.
Masa
pendudukan Jepang pembaharuan hukum tidak banyak terjadi seluruh peraturan
perundang-undangan yang tidak bertentangan dengan peraturan militer Jepang,
tetap berlaku sembari menghilangkan hak-hak istimewa orang-orang Belanda dan
Eropa lainnya. Beberapa perubahan perundang-undangan yang terjadi: 1) Kitab UU
Hukum Perdata, yang semula hanya berlaku untuk golongan Eropa dan yang setara,
diberlakukan juga untuk orang-orang Cina; 2) Beberapa peraturan militer
disisipkan dalam peraturan perundang-undangan pidana yang berlaku. Di bidang
peradilan, pembaharuan yang dilakukan adalah: 1) Penghapusan
dualisme/pluralisme tata peradilan; 2) Unifikasi kejaksaan; 3) Penghapusan
pembedaan polisi kota dan pedesaan/lapangan; 4) Pembentukan lembaga pendidikan
hukum; 5) Pengisian secara massif jabatan-jabatan administrasi pemerintahan dan
hukum dengan orang-orang pribumi.
·
Periode Revolusi
Fisik Sampai Demokrasi Liberal
a.
Periode Revolusi Fisik
Pembaruan hukum
yang sangat berpengaruh di masa awal ini adalah pembaruan di dalam bidang
peradilan, yang bertujuan dekolonisasi dan nasionalisasi: 1) Meneruskan
unfikasi badan-badan peradilan dengan melakukan penyederhanaan; 2) Mengurangi
dan membatasi peran badan-badan pengadilan adat dan swapraja, kecuali
badan-badan pengadilan agama yang bahkan dikuatkan dengan pendirian Mahkamah
Islam Tinggi.
b.
Periode Demokrasi
Liberal
UUDS 1950 yang telah mengakui hak asasi manusia. Namun pada
masa ini pembaharuan hukum dan tata peradilan tidak banyak terjadi, yang ada
adalah dilema untuk mempertahankan hukum dan peradilan adat atau mengkodifikasi
dan mengunifikasinya menjadi hukum nasional yang peka terhadap perkembangan
ekonomi dan tata hubungan internasional. Kemudian yang berjalan hanyalah
unifikasi peradilan dengan menghapuskan seluruh badan-badan dan mekanisme
pengadilan atau penyelesaian sengketa di luar pengadilan negara, yang
ditetapkan melalui UU No. 9/1950 tentang Mahkamah Agung dan UU Darurat No.
1/1951 tentang Susunan dan Kekuasaan Pengadilan.
·
Periode Demokrasi
Terpimpin Sampai Orde Baru
a.
Periode Demokrasi Terpimpin
Langkah-langkah
pemerintahan Demokrasi Terpimpin yang dianggap sangat berpengaruh dalam
dinamika hukum dan peradilan adalah: 1) Menghapuskan doktrin pemisahan
kekuasaan dan mendudukan MA dan badan-badan pengadilan di bawah lembaga
eksekutif; 2) Mengganti lambang hukum ?dewi keadilan? menjadi ?pohon beringin?
yang berarti pengayoman; 3) Memberikan peluang kepada eksekutif untuk melakukan
campur tangan secara langsung atas proses peradilan berdasarkan UU No.19/1964
dan UU No.13/1965; 4) Menyatakan bahwa hukum perdata pada masa kolonial tidak
berlaku kecuali sebagai rujukan, sehingga hakim mesti mengembangkan
putusan-putusan yang lebih situasional dan kontekstual.
b.
Periode Orde Baru
Perkembangan
dan dinamika hukum dan tata peradilan di bawah Orde Baru justru diawali oleh
penyingkiran hukum dalam proses politik dan pemerintahan. Di bidang
perundang-undangan, rezim Orde Baru ?membekukan? pelaksanaan UU Pokok Agraria,
dan pada saat yang sama membentuk beberapa undang-undang yang memudahkan modal
asing berinvestasi di Indonesia; di antaranya adalah UU Penanaman Modal Asing,
UU Kehutanan, dan UU Pertambangan. Selain itu, orde baru juga melakukan: 1)
Penundukan lembaga-lembaga hukum di bawah eksekutif; 2) Pengendalian sistem
pendidikan dan penghancuran pemikiran kritis, termasuk dalam pemikiran hukum;
Singkatnya, pada masa orde baru tak ada perkembangan yang baik dalam hukum
Nasional.
·
Periode Pasca Orde
Baru (1998 – Sekarang)
Sejak
pucuk eksekutif di pegang Presiden Habibie hingga sekarang, sudah terjadi empat
kali amandemen UUD RI. Di arah perundang-undangan dan kelembagaan negara,
beberapa pembaruan formal yang mengemuka adalah: 1) Pembaruan sistem politik
dan ketetanegaraan; 2) Pembaruan sistem hukum dan hak asasi manusia; dan 3)
Pembaruan sistem ekonomi.
Penyakit
lama orde baru, yaitu KKN (korupsi, kolusi dan nepotisme) masih kokoh mengakar
pada masa pasca orde baru, bahkan kian luas jangkauannya. Selain itu, kemampuan
perangkat hukum pun dinilai belum memadai untuk dapat menjerat para pelaku
semacam itu. Aparat penegak hukum seperti polisi, jaksa, dan hakim (kini
ditambah advokat) dilihat masih belum mampu mengartikulasikan tuntutan
permbaruan hukum, hal ini dapat dilihat dari ketidakmampuan Kejaksaan Agung
meneruskan proses peradilan mantan Presiden Soeharto, peradilan pelanggaran
HAM, serta peradilan para konglomerat hitam. Sisi baiknya, pemberdayaan rakyat
untuk menuntut hak-haknya dan mengembangkan sumber daya hukumnya secara
mandiri, semakin gencar dan luas dilaksanakan. Walaupun begitu, pembaruan hukum
tetap terasa lambat dan masih tak tentu arahnya.
C.
TUJUAN
DAN FUNGSI HUKUM
Norma
hokum merupakan norma yang bersifat memaksadan norma hokum ini mempunyai sanksi
yang dapat di terapkan kepada pelanggarnya.
Dr. Wirjono Prodjodikoro. S.H. Dalam
bukunya “ Perbuatan Melanggar Hukum”. Mengemukakan bahwa tujuan Hukum adalah
mengadakan keselamatan, kebahagiaan dan tata tertib dalam masyarakat. Ia
mengatakan bahwa masing-masing anggota masyarakat mempunyai kepentingan yang
beraneka ragam. Wujud dan jumlah kepentingannya tergantung pada wujud dan sifat
kemanusiaan yang ada di dalam tubuh para anggota masyarakat masing-masing.Hawa
nafsu masing-masing menimbulkan keinginan untuk mendapatkan kepuasan dalam
hidupnya sehari-hari dan supaya segala kepentingannya terpelihara dengan
sebaik-baiknya.
Untuk memenuhi keinginan-keinginan
tersebut timbul berbagai usaha untuk mencapainya, yang mengakibatkan timbulnya
bentrokan-bentrokan antara barbagai macam kepentingan anggota masyarakat.
Akibat bentrokan tersebut masyarakat menjadi guncang dan keguncangan ini harus
dihindari. Menghindarkan keguncangan dalam masyarakat inilah sebetulnya maksud
daripada tujuan hukum, maka hukum menciptakan pelbagai hubungan tertentu dalam
hubungan masyarakat.
Menurut Prof. Subekti SH keadilan
berasal dari Tuhan YME dan setiap orang diberi kemampuan, kecakapan untuk
meraba dan merasakan keadilan itu. Dan segala apa yang di dunia ini sudah
semestinya menimbulkan dasar-dasar keadilan pada manusia.
Dengan demikian, hukum tidak hanya
mencarikan keseimbangan antara pelbagai kepentingan yang bertentangan satu sama
lain, akan tetapi juga untuk mendapatkan keseimbangan antara tuntutan keadilan
tersebut dengan “Ketertiban“ atau “Kepastian Hukum“.
Prof. Mr. Dr. L.J. Apeldoorn. Dalam
bukunya “Inleiding tot de studie van het Nederlanse Recht”, Apeldoorn
menyatakan bahwa tujuan Hukum adalah mengatur tata tertib dalam masyarakat
secara damai dan adil. Untuk mencapai kedamaian Hukum harus diciptakan
masyarakat yang adil dengan mengadakan perimbanagn antara kepentingan yang
saling bertentangan satu sama lain dan setiap orang harus memperoleh (sedapat
mungkin) apa yang menjadi haknya. Pendapat Van Apeldoorn ini dapat dikatakan
jalan tengah antara 2 teori tujuan hukum, Teori Etis dan Utilitis.
Aristoteles. Dalam Bukunya “Rhetorica”
mencetuskan teorinya bahwa tujuan hukum menghendaki keadilan semata-mata dan
isi daripada hukum ditentukan oleh kesadaran etis mengenai apa yang dikatakan
adil dan apa yang dikatakan tidak adil.
Menurut teori ini buku mempunyai
tugas suci dan luhur, ialah keadilan dengan memberikan tiap-tiap orang apa yang
berhak dia terima yang memerlukan peraturan sendiri bagi tiap-tap kasus.
Apabila ini dilaksanakan maka tidak akan ada habisnya. Oleh karenanya Hukum
harus membuat apa yang dinamakan “Algemeene Regels”(Peratuaturan atau
ketentuan-ketentyuan umum. Peraturan ini diperlukan oleh masyarakat teratur
demi kepentingan kepastian Hukum, meskipun pad asewktu-waktu dadapat
menimbulkan ketidak adilan.
Jeremy Bentham. Dalam Bukunya
“Introduction to the morals and negismation”, ia mengatakan bahwa hukum
bertujuan semata-mata apa yang berfaedah pada orang. Pendapat ini
dititikberatkan pada hal-hal yang berfaedah pada orang banyak dan bersifat umum
tanpa memperhatikan soal keadilan. Disini kepastian melalui hukum bagi
perorangan merupakan tujuan utama dari Hukum.
Mr. J.H.P. Bellefroid. Bellefroid
menggabungkan 2 pandangn ekstrim tersebut. Ia menggabungkan dalam bukunya
“Inleiding tot de Rechts wetenshap in Nederland” bahwa isi hukum harus
ditentukan menurut 2 asas, ialah asas keadilan dan faedah.
Prof. Mr. J van Kan. Ia berpendapat
bahwa hukum bertujuan menjaga kepentingan tiap-tiap manusia agar kepentingan
itu tidak dapat diganggu. Disini jelaslah bahwa hukum bertugas untuk menjamin
kepastian hukum di dalam masyarakat dan juga menjaga serta mencegah agar setiap
orang tidak menjadi hakim sendiri. Tetapi, tiap perkara harus diselesaikan
melalui proses pengadilan berdasarkan hukum yang berlaku.
Tujuan
hukum ada 3,yaitu :
Ø Menciptakan tatanan masyarakat yang tertib.
Ø Menciptakan ketertiban dan keseimbangan dengan
tercapainya ketertiban dalam masyarakat.
Ø Melindungi kepentingan manusia dalam mencapai tujuannya.
Akibat dari adanya sanksi maka hukum itu perlu adanya pengaturan ,oleh karna itu dari
setiap pengaturan hukum akan dapat ditemukan tujuan dan fungsi hukum itu sendiri dengan demikian tujuan hukum dapat dikategorikan ke dalam beberapa kategori antara
lain :
a. Tujuan hukum yang mengatur.
- Tujuan hukum yang memaksa.
Dengan
demikian tujuan hokum ini pula munculnya bentuk-bentuk hokum yang berupa :
a. Hukum public
- Hukum private
Bentuk hokum public adalah (hokum
pidana,sangat memaksa)yang pengaturan dan pemaksaannya ada di tangan
public,publik yang dimaksud adalah :
- Negara
- Pemerintah
Sedangkan
hokum private (hokum perdata,mengatur,kurang memaksa) ia hanya bersifat
pengaturan dengan ruang lingkup ada pola masing-masing pihak/personal dan sifat
memaksanya pun baru ada setelah adanya permintaan dari para pihak.
Dari hokum private dapat berlanjut ke hokum public
apabila terjadi penyelewengan pada hokum private.
Contoh :
Janji yang telah di sepakati tidak di tepati (ingkar).
Hukum juga mempunyai fungsi : menertibkan dan mengatur
pergaulan dalam masyarakat serta menyelesaikan masalah-masalah yang timbul.
Dalam perkembangan masyarakat fungsi hukum terdiri dari :
a. Sebagai
alat pengatur tata tertib hubungan masyarakat.
b. Sebagai
sarana untuk mewujudkan keadilan sosial lahir dan batin
c. Sebagai
sarana penggerak pembangunan
d. Sebagai
fungsi kritis
Fungsi-fungsi hukum tersebut dapat
diuraikan sbb:
a. Sebagai
alat pengatur tata tertib hubungan masyarakat
Hukum sebagai norma merupakan petunjuk untuk kehidupan. Manusia dalam masyarakat, hukum menunjukkan mana yang baik dan mana yang buruk, hukum juga memberi petunjuk, sehingga segala sesuatunya berjalan tertib dan teratur. Begitu pula hukum dapat memaksa agar hukum itu ditaati anggota masyarakat.
Hukum sebagai norma merupakan petunjuk untuk kehidupan. Manusia dalam masyarakat, hukum menunjukkan mana yang baik dan mana yang buruk, hukum juga memberi petunjuk, sehingga segala sesuatunya berjalan tertib dan teratur. Begitu pula hukum dapat memaksa agar hukum itu ditaati anggota masyarakat.
b. Sebagai
sarana untuk mewujudkan keadilan social lahir batin.
§ Hukum
mempunyai cirri memerintah dan melarang.
§ Hukum
mempunyai sifat memaksa.
§ Hukum
mempunyai daya yang mengikat fisik dan Psikologis
Karena hukum mempunyai cirri, sifat dan daya mengikat, maka hukum dapat memberi keadilan ialah dapat menentukan siapa yang bersalah dan siapa yang benar.
Karena hukum mempunyai cirri, sifat dan daya mengikat, maka hukum dapat memberi keadilan ialah dapat menentukan siapa yang bersalah dan siapa yang benar.
c. Sebagai
penggerak pembangunan.
Daya mengikat dan memaksa dari
hukum dapat digunakan atau di daya gunakan untuk menggeraakkan pembangunan.
Disini hukum dijadikanalat untuk membawa masyarakat kea rah yang lebih maju.
d. Fungsi
kritis hukum
Dr. Soedjono Dirdjosisworo, S.H dalam bukunya pengantar ilmu hukum, hal 155 mengatakan :
“Dewasa ini sedang berkembang suatu pandangan bahwa hukum mempunyai fungsi kritis, yaitu daya kerja hukum tidak semata-mata melakukan pengawasan pada aparatur pemerintah (petugas) saja melainkan aparatur penegak hukum termasuk didalamnya”.
Dr. Soedjono Dirdjosisworo, S.H dalam bukunya pengantar ilmu hukum, hal 155 mengatakan :
“Dewasa ini sedang berkembang suatu pandangan bahwa hukum mempunyai fungsi kritis, yaitu daya kerja hukum tidak semata-mata melakukan pengawasan pada aparatur pemerintah (petugas) saja melainkan aparatur penegak hukum termasuk didalamnya”.
Syarat-syarat agar fungsi hukum
dapat terlaksana dengan baik :
Agar fungsi
hukum terlaksana dengan baik, maka para penegak hukum dituntut kemapuannya
untuk melaksanakan dan menerapkan hukum dengan baik, dengan seni yang dimiliki
masing-masing petugas, misalnya :
- Menafsirkan hukum sesuai dengan keadilan dan psisi masing-masing
- Bila perlu diadakan penafsiran analogis penghalusan hukum atau memberi ungkapan a contrario
Disamping hal-hal tersebut diatas dibutuhkan kecakapan dan ketrampilan serta ketangkasan para penegak hukum dalam menerapkan hukum yang berlaku.
- Menafsirkan hukum sesuai dengan keadilan dan psisi masing-masing
- Bila perlu diadakan penafsiran analogis penghalusan hukum atau memberi ungkapan a contrario
Disamping hal-hal tersebut diatas dibutuhkan kecakapan dan ketrampilan serta ketangkasan para penegak hukum dalam menerapkan hukum yang berlaku.
D.
PERISTIWA HUKUM
Yang
dimaksud dengan peristiwa hukum atau kejadian hukum atau rechtsfeit
adalah peristiwa kemasyarakatan yang akibatnya diatur oleh hukum, agar lebih
jelas akan disampaikan beberapa contoh yang relevan dengan istilah peristiwa
hukum, sebab tidak setiap peristiwa kemasyarakatan akibatnya diatur oleh hukum.
Contoh pertama :
Peristiwa
transaksi jual beli barang. Pada peristiwa ini terdapat akibat yang diatur oleh
hukum, yaitu timbulnya hak dan kewajiban, sebagaimana pasal 1457 Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata bahwa ”Jual beli adalah suatu persetujuan, dengan
mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu kebendaan, dan
pihak yang lain untuk membayar harga yang telah dijanjikan”.
Contoh kedua :
Peristiwa
kematian seseorang. Pada peristiwa kematian seseorang secara wajar, dalam hukum
perdata akan menimbulkan berbagai akibat yang diatur oleh hukum, misalnya
penetapan pewaris dan ahli waris. Pada pasal 830 Kitab Undang-undang Hukum
Perdata berbunyi “Pewarisan hanya berlangsung karena kematian”. Sedangkan
apabila kematian seseorang tersebut akibat pembunuhan, maka dalam hukum pidana
akan timbul akibat hukum bagi si pembunuh yaitu ia harus mempertanggungjawabkan
perbuatannya sebagaimana disebutkan pada pasal 338 Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana bahwa ”Barang siapa dengan sengaja menghilangkan jiwa orang lain,
dihukum, karena makar atau pembunuhan atau doodslag, dengan
hukuman penjara selama-lamanya lima belas tahun”.
Contoh
ketiga :
Seorang
pria menikahi wanita secara resmi. Peristiwa pernikahan atau perkawinan ini
akan menimbulkan akibat yang diatur oleh hukum yakni hukum perkawinan dimana
dalam peristiwa ini timbul hak dan kewajiban bagi suami istri. Pada pasal
31 ayat (2) Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan berbunyi
“Masing-masing pihak berhak untuk melakukan perbuatan hukum”. Sedangkan pasal
34 ayat (2) menetapkan ”Istri wajib mengatur urusan rumah tangga
sebaik-baiknya”.
Setelah
memperhatikan contoh-contoh diatas, ternyata peristiwa hukum itu dapat di
bedakan menjadi 2, yaitu :
a. Peristiwa hukum
karena perbuatan subyek hukum;
b. Peristiwa hukum yang bukan
perbuatan subyek hukum.
Peristiwa
hukum karena perbuatan subyek hukum adalah semua perbuatan yang dilakukan
manusia atau badan hukum yang dapat menimbulkan akibat hukum. Contoh peristiwa
pembuatan surat wasiat dan peristiwa tentang penghibahan barang. Peristiwa
hukum yang bukan perbuatan subyek hukum adalah semua peristiwa hukum yang tidak
timbul karena perbuatan subyek hukum, akan tetapi apabila terjadi dapat
menimbulkan akibat-akibat hukum tertentu. Misal kelahiran seorang bayi,
kematian seseorang, dan kadaluarsa (aquisitief yaitu kadaluarsa yang
menimbulkan hak dan extinctief yaitu kadaluarsa yang melenyapkan
kewajiban).
Perbuatan
subyek hukum dapat di bedakan menjadi dua, yaitu :
a.
Perbuatan
subyek hukum yang merupakan perbuatan hukum;
b.
Perbuatan
subyek hukum yang bukan perbuatan hukum.
Perbuatan
subyek hukum yang merupakan perbuatan hukum adalah perbuatann subyek hukum yang
akibat hukumnya dikehendaki pelaku. Jadi unsur kehendak merupakan unsur
esensial dari perbuatan tersebut. Contoh perbuatan jual beli, perjanjian sewa
menyewa rumah, dan lain sebagainya.
Perbuatan hukum ada 2 macam yakni
perbuatan hukum yang bersegi satu (eenzijdig) dan perbuatan hukum yang
bersegi dua (tweezijdig). Suatu perbuatan hukum bersegi satu adalah
setiap perbuatan yang berakibat hukum (rechtsgevolg) dan akibat hukum
ditimbulkan oleh kehendak satu subyek hukum, yaitu satu pihak saja (yang telah
melakukan perbuatan itu). Misalnya, perbuatan hukum yang disebut dalam pasal
132 KUHPerdata (hak seorang istri untuk melepaskan haknya atas barang yang
merupakan kepunyaan suami istri berdua setelah mereka kawin, benda perkawinan),
perbuatan hukum yang disebut dalam pasal 875 KUHPerdata (perbuatan mengadakan
testamen adalah suatu perbuatan hukum yang bersegi satu), perbuatan hukum yang
mendirikan yayasan (stichtingshandhandeling).
Suatu perbuatan hukum yang bersegi
dua adalah setiap perbuatan yang akibat hukumnya ditimbulkan oleh kehendak dua
subyek hukum, yaitu dua pihak atau lebih. Setiap perbuatan hukum yang bersegi
dua merupakan perjanjian (overeenkomst) seperti yang tercantum dalam
pasal 1313 KUHPerdata : “Perjanjian itu suatu perbuatan yang menyebabkan satu
orang (subyek hukum) atau lebih mengikat dirinya pada seorang (subyek hukum)
lain atau lebih”.
Perbuatan subyek hukum yang bukan
perbuatan hukum adalah perbuatan subyek hukum yang akibat hukumnya tidak
dikehendaki pelaku. Contoh :
1.
Zaakwaarneming
(perwakilan sukarela) yaitu
perbuatan yang akibatnya diatur oleh hukum, walapun bagi hukum tidak perlu
akibat tersebut dikehendaki oleh yang melakukan perbuatan itu. Misalnya pada
pasal 1354 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang berbunyi :
“Jika seseorang dengan sukarela, dengan tidak mendapat
perintah untuk itu, mewakili urusan orang lain dengan atau tanpa pengetahuan
orang ini, maka ia secara diam-diam mengikat dirinya untuk meneruskan serta
menyelesaikan urusan tersebut, hingga orang yang diwakili kepentingannya dapat
mengerjakan sendiri urusan itu. Ia memikul segala kewajiban yang harus
dipikulnya, seandainya ia dikuasakan dengan suatu pemberian kuasa yang
dinyatakan dengan tegas”.
2.
Onrechtmatigedaad
(perbuatan melawan hukum), misalnya
pada pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata atau pasal 1401 Burgerlijk
Wetboek, yang menetapkan :
“Elke onrechtmatigedaad, waardoor aan een ander schade
wordt toegebragt, stelt dengene door wiens shuld die schade veroorzaakt is in
de verpligting om dezelve te vergoeden”.
Soebekti dan Tjitrosudibio
menterjemahkannya sebagai berikut
:“Tiap perbuatan melanggar hukum,
yang membawa kerugian kepada seorang lain, mewajibkan orang yang karena
salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut”.
E.
KAIDAH
DAN NORMA HUKUM
Pengertian norma atau
kaidah norma adalah petunjuk hidup,yaitu petunjuk bagaimana
kita berbuat, bertingkah laku didalam masyarakat. dengan demikian norma atau
kaidah tersebut berisi perintah atau larangan,setiap orang hendaknya menaati
norma atau kaidah itu agar dapat hidup tenteram dan damai.
Hukum merupakan seperangkat
norma atau kaidah, dan kaidah itu bermacam-macam, tetapi tetap sebagai satu
kesatuan. karena kaidah itu berisi perintah atau larangan maka sudah selayaknya
kaidah yang merupakan petunjuk hidup tersebut mempunyai sifat yang memaksa yang
merupakan ciri norma hukum.
Hakikat Kaidah. Didalam
masyarakat terdapat berbagai macam kepentingan bersama mengharuskan adanya
ketertiban dalam kehidupan masyarakat. sebagaimana yang telah disebutkan
sebelumnya agar dapat memenuhi kebutuhannya dengan aman,tenteram dan damai
diperlukan satu tata. tata yang berwujud aturan yang menjadi pedoman tingkah
laku manusia dalam pergaulan hidupnya.
Dalam sistem hukum Barat yang
berasal dari hukum Romawi itu, dikenal tiga norma atau kaidah yakni:
1. Impere
(perintah)
2. Prohibere
(larangan)
3. Permittere
(yang dibolehkan).
Dalam sistem hukum Islam ada
lima macam kaidah atau norma hukum yang dirangkum dalam istilah al-ahkam
al-khamsah. Kelima kaidah itu adalah
a.
Fard (kewajiban)
b.
sunnat (anjuran)
c.
ja’iz atau mubah ibahah (kebolehan )
d.
makruh (celaan)
e.
haram (larangan).
Demikianlah dalam garis-garis
besarnya telah dibandingkan ketiga system hukum yang berlaku sekarang ditanah
air kita.Di dalam kehidupan masyarakat Indonesia sekarang, ketiga sistem hukum
tersebut tumbuh dan berkembang. Ketiga-tiganya telah saling pengaruh
mempengaruhi dalam konsep dan pengertian. Berbagai konsep dan pengertian yang
berasal dari hukum Islam dan hukum Barat telah ditafsirkan menurut perasaan dan
kesadaran hukum yang terdapat dalam hukum adat. Karena itu, ketiga sistem hukum
tersebut perlu dipelajari dengan seksama, khususnya tentang hukum Islam dan
hukum adat yang berlaku ditanah air.
Menurut sifatnya kaidah hukum
terbagi 2, yaitu :
a. hukum
yang imperatif,
maksudnya kaidah hukum itu bersifat a priori harus ditaati, bersifat mengikat dan memaksa.
maksudnya kaidah hukum itu bersifat a priori harus ditaati, bersifat mengikat dan memaksa.
b. hukum
yang fakultatif
maksudnya ialah hukum itu tidak secara a priori mengikat. Kaidah fakultatif bersifat sebagai pelengkap.
maksudnya ialah hukum itu tidak secara a priori mengikat. Kaidah fakultatif bersifat sebagai pelengkap.
Ada 4 macam
norma yaitu :
a. Norma
Agama
adalah peraturan hidup yang
berisi pengertian-pengertian, perintah-perintah, larangan-larangan dan
anjuran-anjuran yang berasal dari Tuhan yang merupakan tuntunan hidup ke arah
atau jalan yang benar.ma berpangkal pada kepercayaan pada Tuhan Yang Maha Esa.
Norma agama dianggap sebagai ketentuan dari Tuhan dan merupakan ketentuan hidup
manusia kea rah yang baik dan benar. Sanksi melanggar norma agama dating dari
Tuhan di akhirat.
Contoh – contoh norma agama
yaitu:
o Jangan
membunuh sesame manusia
o Hormatilah
ibu bapaknya.
o Jangan
berbuat cabul.
o Jangan
mencuri
b.
Norma Kesusilaan
adalah peraturan hidup yang
dianggap sebagai suara hati. Peraturan ini berisi suara batin yang diakui oleh
sebagian orang sebagai pedoman dalam sikap dan perbuatannya.
Norma kesusilaan menentukan
perbuatan mana yang baik dan mana yang buruk, berdasarkan bisikan suara
hatinya. Norma kesusilaan yang mendorong manusia kebaikan akhlak pribadinya
guna menyempurnakan manusia itu sendiri. Kaidah susila melarang manusia untuk
berbuat cabul, mencuri dan lain-lain, karena hal itu dirasa bertentangan dengan
kaidah kesusilaan yang ada di dalam hati nurani setiap manusia yang normal.
Contoh – contoh norma kesusilaan
adalah :
o Jangan
mencuri milik orang lain.
o Berbuatlah
jujur.
o Hormatilah
sesamamu.
o Jangan
berzinah.
o Jangan
membunuh.
o Dan
sebagainya.
c. Norma
Kesopanan
adalah peraturan hidup yang
muncul dari hubungan sosial antar individu. Tiap golongan masyarakat tertentu
dapat menetapkan peraturan tertentu mengenai kesopanan. Norma kesopanan
ditujukan kepada sikap lahiriah atau tingkah laku manusia demi untuk ketertiban
masyarakat dalam pergaulan dalam rangka mencapai suasana keakraban- keakraban
dalam pergaulan, sehingga manusia sebagai makhluk sosial dapat hidup bersama –
sama serta hidup berdampingan ditengah – tengan masyarakat.
Contoh – contoh norma kesopanan
:
o Orang
muda wajib menghormati orang yang lebih tua.
o Meminta
izin terlebih dahulu bila mau masuk ke rumah orang lain.
o Mempersilahkan
duduk seorang wanita hamil yang berada dalam kendaraan umum yang penuh
penumpang.
o Mengenakan
pakaian yang pantas bila menghadiri pesta.
o Menggunakan
barang orang lain harus minta izin lebih dahulu dari pemiliknya.
o Jangan
meludah di hadapan orang lain.
d.
Norma Hukum
adalah peraturan-peraturan
hidup yang diakui oleh negara dan harus dilaksanakan di tiap-tiap daerah dalam
negara tersebut. Dapat diartikan bahwa norma hukum ini mengikat tiap
warganegara dalam wilayah negara tersebut. Norma hukum diperlukan karena
memiliki sifat memaksa untuk melindungi kepentingan manusia dalam pergaulan
hidupnya dalam masyarakat.
Contoh – contoh norma hukum :
o Perkawinan
adalah sah, apabila dilakukan secara hukum masing – masing aganya dan
kepercayaannya.
o Tiap
– tiap perikatan adalah untuk memberikan sesuatu, untuk berbuat sesuatu atau
untuk tidak berbuat sesuatu.
o Apabila
sesuatu persetujuan perburuhan dibuat tertulis maka biaya akte beserta lain –
lain biaya tambahan harus dipikul oleh majikan.
F.
PEMBAGIAN HUKUM
Hukum itu sangat luas. Hukum
yang berlaku di dalam masyarakat pada saat ini disebut hukum positif. Hukum
dapat dibagi menurut beberapa asas, sebagai berikut:
v Hukum
menurut sifatnya.
a. Hukum
yang bersifat memaksa : Hukum yang dalam keadaan bagaimana pun harus mempunyai
oaksaan mutlak.
b. Hukum
yang bersifat mengatur : Hukum yang dapat dikesampingkan apabila pihak-pihak
yang bersangkutan telah membuat peraturan sendiri dalam suatu perjanjian.
v Hukum
menurut bentuknya
a. Hukum
tertulis : Hukum yang telah dikodifikasikan (dibukukan) dalam kitab
undang-undang dan telah mendapatkan pengesahan dari pemerintah.
b. Hukum
tak tertulis : Hukum yang berkembang di masyarakat / kebiasaan di
masyarakat misalnya hukum adat.
v Hukum
menurut isinya
a. Hukum
privat (hukum sipil)
Adalah hukum mengatur hubungan
orang yang satu dengan yang lainnya dengan menitikberatkan pada kepentingan perorangan. Yang termasuk Hukum privat yaitu :
Ø Hukum
perdata : Hukum yang mengatur hubungan hukum antara orang yang satu dengan yang
lainnya.
Ø Hukum
dagang : Hukum yang mengatur hubungan hukum antara orang yang satu dengan yang
lainnya dalam hal dagang.
b. Hukum
publik (hukum negara)
Adalah Hukum yang mengatur
hubungan antara negara dengan alat-alat perlengkapan negara atau hubungan
antara negara dengan warga negara (perorangan).
Adapun yang termasuk hukum
publik yaitu :
Ø Hukum
pidana : Hukum yang mengatur perbuatan-perbuatan apa yang dilarang dan
memberikan hukuman pidana kepada siapa saja yang melanggarnya serta mengatur
bagaimana cara-cara mengajukan perkara ke pengadilan.
Ø Hukum
tata negara : Hukum yang mengatur bentuk dan susunan pemerintah suatu negara
serta hubungan tata kerja antara lembaga negara.
Ø Hukum
administrasi negara : Hukum yang mengatur tata cara alat-alat kelengkapan
negara / pejabat negara dalam menjalankan tugas dan fungsinya sesuai dengan hak
dan kewajibannya.
Ø Hukum
Internasional : Hukum yang mengatur hubungan antarnegara satu dengan
negara-negara lain dalam hubungan internasional.
v Hukum
menurut sumbernya
a. Hukum
undang-undang : Hukum yang tercantum dalam peraturan perundang-undangan.
b. Hukum
kebiasaan (adat) : Hukum yang berasal dari ketentuan kebiasaan / adat yang
ditaati oleh anggota masyarakatan dan penguasa masyarakat.
c. Hukum
yurisprudensi : Hukum yang terbentuk karena keputusan hakim.
d. Hukum
traktat : Hukum yang ditetapkan oleh negara-negara dalam suatu perjanjian
antarnegara.
e. Doktrin
: Hukum yang berasal dari pendapat ahli hukum.
v Hukum
menurut fungsinya / cara mempertahankannya.
a. Hukum
material : Hukum yang terdiri dari perintah-perintah dan larangan-larangan.
contohnya : Hukum pidana dan
Hukum perdata.
b. Hukum
formal : Hukum yang mengatur bagaimana cara melaksanakan dan mempertahankan
hukum material atau mengatur bagaimana cara hakim memberi putusan.
contohnya : Hukum acara pidana
dan Hukum acara perdata
G.
TUGAS HUKUM DALAM MASYARAKAT
Tugas hukum dalam masyarakat
dapat dijelaskan sebagai berikut :
a. Hasil
penelitian para sosilog dan antropolog membuktikan bahwa pada masyarakat kuno
dan bagaimanapun primitifnya juga terdapat hukum.
b. Selama
ada masyarakat, masyarakat besar maupun kecil, selalu diikuti oleh hokum.
c. Hukum
terdapat dimana saja/di seluruh dunia selama ada manusia bermasyarakat: hanya
bentuk daripada hukum itu yang berbeda-beda tergantung pada tingkat
peradabannya.
d. Kesemuanya
itu menunjukkan bahwa hokum itu berperan sekali dalam kehidupan masyarakat.
Mengenai manusia sebagai makhluk
, Aristoteles mengatakan bahwa manusia adalah “zoon politicon”, -makhluk social
atau makhluk bermasyarakat-. Oleh karenanya tiap anggotamasyarakat mempumyai
hubungan antara satu dengan yang lain. Tiap hubungan tentu menimbulkan hak dan
kewajiban.
Selain itu masing-masing anggota
masyarakat tentu mempunyai hubungan kepentingan. Kepentingan ini berbeda dan tidak
jarang saling berlawanan, demikian pula keadaan kehidupan masyarakat di masa
kini. Manusia selalu melakukan perbuatan hokum (rechtshandeling).Dengan
demikian, jelaslah bahwa sejak manusia itu dilahirkan, ia langsung menjadi
pendukung hak dan segala benda yang ada di sekelilingnya menjadi objek daripada
hak.Selanjutnya ikatan hokum menghubungkan manusia dengan manusia yang lain dan
menghubungkan manusia dengan benda-benda di sekelilingnya.
Mengenai peranan hukum yang tak
terhingga ragamnya itu dapat dikemukakan berbagai contoh dalam kehidupan
manusia sehari-hari, sbb :
a. Dengan
keluarga.
b. Dalam
pekerjaan (hubungan kerja)
c. Di
dalam menjalankan pekerjan atau profesi
d. Hubungan
dengan hak
e. Dalam
perkembangan masyarakat
f. Dalam
hubungan dengan ilmu lainnya
g. Dalam
mempelajari hukum
h. Dalam
penggunaan istilah hukum
H.
POLITIK HUKUM DI INDONESIA
Bagaimanakah hubungan antara hukum
dan politik ? Bukan hal baru bagi kalangan sarjana hukum, bahwa hukum adalah
produk politik. Sekalipun demikian ketika hukum itu disepakati dan ditetapkan
(eksis) maka politik harus tunduk pada hukum. Tapi dalam kenyataan ditemui,
peranan politik kelihatannya lebih dominan dalam kehidupan negara dan bangsa.
Artinya tidak jarang faktor politik
lebih dipentingkan dari pada faktor hukum. Politik mendominasi hukum. Ini
pulalah suatu fenomena keberadaan hukum di Indonesia dalam dekade waktu yang
lampau yang dapat diteliti dan sampai sekarang masih dirasakan. Seperti telah
dikemukakan, bahwa antara hukum dan politik memiliki hubungan yang kait
mengkait. Arbi Sanit menyebutnya politik sebagai variabel yang berpengaruh
kepada hukum.
Dikemukakan pula, sedikitnya ada
tiga titik temu antara politik dan hukum di dalam kehidupan sehari-hari.
Pertama, ialah pada waktu penetapan penjabat hukum melibatkan politik. Kedua,
ialah proses pembuatan hukum itu sendiri. Setiap proses pembuatan kebijaksanaan
formal yang hasilnya tertuang dalam produk hukum pada dasarnya adalah produk
dari proses politik dan; ketiga yaitu proses pelaksanaan hukum dimana
pihak-pihak yang berkepentingan berusaha mempengaruhi pelaksanaan kebijaksanaan
yang sudah berbentuk hukum tersebut, sejalan dengan kepentingan dan
kekuatannya. Diakui memang, bahwa hukum tidak bisa bebas dari pengaruh politik.
Tetapi pengaruh itu seharusnya hanya sampai sebatas pada saat pembentukannya
karena hukum itu sendiri dibentuk melalui proses politik.
Tetapi titik temu sebagaimana dikemukakan
diatas, seharusnya tidak mendominasi (kalau tak ingin mengatakan tidak
seharusnya ada) setelah hukum yang dirumuskan itu ditetapkan sebagai peraturan
perundang-undangan. Seharusnya politik harus tunduk pada hukum, termasuk
kedalamnya perilaku politik. Karena itu tidak selayaknya di dalam proses
pelaksanaan hukum pihak-pihak yang berkepentingan berusaha mempengaruhi
pelaksanaan yang sudah berbentuk hukum. Prilaku politik serupa itu jelas
memiliki kecendrungan pada perong-rongan terhadap eksistensi dan wibawa hukum,
yang pada gilirannya berdampak terhadap penegakkan hukum. Untuk tegaknya hukum,
maka hukum dalam pelaksanaannya harus bebas dari pengaruh politik apalagi
dipengaruhi.
Apabila pelaksanaan hukum dipengaruhi, maka ia
jelas betentangan dengan prinsip negara hukum dan prinsip-prinsip demokrasi
yang salah satu prinsipnya adanya peradilan yang bebas ataupun perlidungan
terhadap hak asasi manusia. Singkatnya apabila pelaksanaan hukum tidak bebas
dari pengaruh politik, maka hukum cendrung hanya sebagai legitimasi kekuasaan
dan sebagai alat untuk kepentingan penguasa. Dalam lain perkataan hukum memang
diakui sebagai produk politik, tetapi setelah hukum eksis, politik harus tunduk
pada hukum.
Pelaksanaan hukum harus dilihat
sebagai proses hukum semata-mata dan bukan lagi proses politik. Pemahaman ini
berbeda dengan arti politik hukum. Karena politik hukum bukanlah dua variabel
antara politik dan hukum. Tetapi arti politik hukum adalah kebijaksanaan di
dalam bidang hukum, kebijaksanaan hukum yang bagaimana yang akan ditetapkan dan
dilaksanakan dalam kehidupan negara dan bangsa.
BAB III
KESIMPULAN
Dapat
kita simpulkan bahwa Ilmu hukum pada dasarnya adalah
menghimpun dan mensistematisasi bahan-bahan hukum dan memecahkan
masalah-masalah. Pengertian hukum
yang memadai harus tidak hanya memandang hukum itu sebagai suatu perangkat
kaidah dan asas-asas yang mengatur kehidupan manusia dalam masyarakat, tapi
harus pula mencakup lembaga (institusi) dan proses yang diperlukan untuk
mewujudkan hukum itu dalam kenyataan. Di dalam hukum terdapat norma- norma dan kaidah -
kaidah yang wajib dipatuhi agar tidak terjadinya peristiwa yang melanggar suatu
hukum yang berlaku.
Hukum
bertugas untuk menjamin kepastian hukum di dalam masyarakat dan juga menjaga
serta mencegah agar setiap orang tidak menjadi hakim sendiri. Tetapi, tiap
perkara harus diselesaikan melalui proses pengadilan berdasarkan hukum yang
berlaku.
SUMBER
REFERENSI
Soeroso,R. 2011.Pengantar
Ilmu Ekonomi.Jakarta:Sinar Grafika.
Internet
: google.com
: google.com