Minggu, 17 November 2013

Sistem Hukum Indonesia

MAKALAH SISTEM HUKUM INDONESIA

OLEH

AYU NOVITA SARI
1101601


ILMU SOSIAL POLITIK
ILMU ADMINISTRASI NEGARA
FAKULTAS ILMU – ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2012



DOSEN PEMBIMBING 


Aldri  Frinaldi, S.H., M. Hum.
NID : 19700212 199802 1 001

KATA PENGANTAR

            Bismillahhirrahmanirrahim
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan malakah ini. Untuk terwujudnya makalah ini penulis sangat berterima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu pembuatan makalah ini sehingga dapat diselesaikan sesuai rencana.
Penulisan makalah ini adalah merupakan salah satu tugas dan persyaratan untuk menyelesaikan tugas mata kuliah Sistem Hukum Indonesia ini merupakan mata kuliah yang harus diikuti setiap mahasiswa  jurusan Ilmu Sosial Politik Prodi Ilmu Administrasi Negara yang dibebani dengan bobot 2 sks.
Dalam Penulisan makalah ini penulis merasa masih banyak kekurangan-kekurangan baik pada teknis penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan yang dimiliki penulis. Untuk itu kritik dan saran dari semua pihak sangat penulis harapkan demi penyempurnaan pembuatan makalah ini.
Dalam penulisan makalah ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada pihak-pihak yang membantu dalam penulisan makalah ini. Penulis berharap makalah ini dapat dipergunakan dengan sebaik-baiknya.



Padang , Februari 2012


Penulis 


                                                                                       
BAB I
PENDAHULUAN

1.1   LATAR BELAKANG
Memperhatikan perkembangan sistem hukum Indonesia, kita akan melihat adanya ciri-ciri yang spesifik dan menarik untuk dikaji. Sebelum pengaruh hukum dari penjajahan Belanda di Indonesia berlaku hukum adat dan hukum Islam yang berbeda-beda dari berbagai masyarakat adat di Indonesia dari setiap kerajaan dan etnik yang berbeda. Setelah masuk penjajah Belanda membawa hukumnya sendiri yang sebagian besarnya merupakan konkordansi dengan hukum yang berlaku di Belanda yaitu hukum tertulis dan perundang-undangan yang bercorak positivis. Walaupun demikian Belanda menganut politik hukum adat (adatrechtpolitiek), yaitu membiarkan hukum adat itu berlaku bagi golongan masyarakat Indonesia asli dan hukum Eropa berlaku bagi kalangan golongan Eropa yang bertempat tinggal di Indonesia (Hindia Belanda). Dengan demikian pada masa Hindia Belanda berlaku pluralisme hukum. Perkembangan hukum di Indonesia menunjukkan kuatnya pengaruh hukum kolonial dan meninggalkan hukum adat

1.2 RUMUSAN MASALAH
1.      Apakah yang dimaksud dengan hukum ?
2.      Bagaimana sejarah hukum di Indonesia ?
3.      Apa tujuan dan fungsi hukum ?
4.      Bagaiman peristiwa hukum bisa terjadi ?
5.      Apa kaidah dan norma dalam hukum ?
6.      Apa saja pembagian dari hukum tersebut ?
7.      Bagaimana politik hukum di Indonesia ?

1.3    TUJUAN
Penulisan makalah ini mempunyai tujuan sebagai berikut :
1.      Memenuhi tugas mata kuliah  Sistem Hukum Indonesia
2.      Untuk mengetahui bagaimana perkembangan sistem hukum di Indonesia.
3.      Untuk mengetahui komponen-komponen apa saja yang terdapat dalam sistem hukum tersebut.
1.4 MANFAAT PENULISAN
Hasil dari penulisan ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada semua pihak, khususnya kepada mahasiswa untuk menambah pengetahuan dan wawasan dalam tentang Sistem Hukum Indonesia .
1.5 METODE PEROLEHAN DATA
            Data penulisan makalah ini diperoleh dengan metode studi kepustakaan. Metode studi kepustakaan yaitu suatu metode dengan membaca telah pustaka tentang. Selain itu, tim penulis juga memperoleh data dari internet. 

BAB II
PEMBAHASAN

A.    PENGERTIAN HUKUM
       Hukum atau ilmu hukum adalah suatu sistem aturan atau adat yang secara resmi dianggap mengikat dan dikukuhkan oleh penguasa, pemerintah atau otoritas melalui lembaga atau institusi hukum.Berikut ini definisi Hukum menurut para ahli :
ü  Menurut Tullius Cicerco (Romawi) dala “ De Legibus”: Hukum adalah akal tertinggi yang ditanamkan oleh alam dalam diri manusia untuk menetapkan apa yang boleh dan apa yang tidak boleh dilakukan.
ü  Hugo Grotius (Hugo de Grot) dalam “ De Jure Belli Pacis” (Hukum Perang dan Damai), 1625: Hukum adalah aturan tentang tindakan moral yang mewajibkan apa yang benar.
ü  J.C.T. Simorangkir, SH dan Woerjono Sastropranoto, SH mengatakan bahwa : Hukum adalah peraturan-peraturan yang bersifat memaksa, yang menentukan tingkah laku manusia dalam lingkungan masyarakat yang dibuat oleh badan-badan resmi yang berwajib.
ü  Thomas Hobbes dalam “ Leviathan”, 1651: Hukum adalah perintah-perintah dari orang yang memiliki kekuasaan untuk memerintah dan memaksakan perintahnya kepada orang lain.
ü  Rudolf von Jhering dalam “ Der Zweck Im Recht” 1877-1882: Hukum adalah keseluruhan peraturan yang memaksa yang berlaku dalam suatu Negara.
ü  Plato : Hukum merupakan peraturan-peraturan yang teratur dan tersusun baik yang mengikat masyarakat.
ü  Utrecht : Hukum merupakan himpunan petunjuk hidup – perintah dan larangan yang mengatur tata tertib dalam suatu masyarakat yang seharusnya ditaati oleh seluruh anggota masyarakat oleh karena itu pelanggaran petunjuk hidup tersebut dapat menimbulkan tindakan oleh pemerintah/penguasa itu.
ü  R. Soeroso SH :Hukum adalah himpunan peraturan yang dibuat oleh yang berwenang dengan tujuan untuk mengatur tata kehidupan bermasyarakat yang mempunyai ciri memerintah dan melarang serta mempunyai sifat memaksa dengan menjatuhkan sanksi hukuman bagi yang melanggarnya.
ü  Abdulkadir Muhammad, SH : Hukum adalah segala peraturan tertulis dan tidak tertulis yang mempunyai sanksi yang tegas terhadap pelanggarnya.
ü  Mochtar Kusumaatmadja dalam “Hukum, Masyarakat dan Pembinaan Hukum Nasional (1976:15):
ü  Menurut Daliyo, : Hukum pada dasarnya adalah peraturan tingkah laku manusia, yang diadakan oleh badan-badan resmi yang berwajib, yang bersifat memaksa, harus dipatuhi, dan memberikan sanksi tegas bagi pelanggar peraturan tersebut (sanksi itu pasti dan dapat dirasakan nyata bagi yang bersangkutan).
ü  Van Vanenhoven : Suatu gejala dalam pergaulan hidup yang bergolak terus menerus dalam keadaan berbenturan tanpa henti dari gejala-gejala lain.
ü  Prof. Soedkno Mertokusumo : Keseluruhan kumpulan peraturan-peraturan atau kaidah-kaidah dalam suatu kehidupan bersama, keseluruhan peraturan tingkah laku yang berlaku dalam suatu kehidupan bersama, yang dapat dipaksakan pelaksanaannya dengan sanksi.
ü  Mochtar Kusumaatmadja : Keseluruhan asas dan kaidah yang mengatur pergaulan hidup manusia dalam masyarakat, juga meliputi lembaga (institusi) dan proses yang mewujudkan kaidah tersebut dalam masyarakat.
ü  Aristoteles : Sesuatu yang berbeda dari sekedar mengatur dan mengekspresikan bentuk dari konstitusi dan hukum berfungsi untuk mengatur tingkah laku para hakim dan putusannya di pengadilan untuk menjatuhkan hukuman terhadap pelanggar.
ü  Hugo de Grotius : Peraturan tentang tindakan moral yang menjamin keadilan pada peraturan hukum tentang kemerdekaan (law is rule of moral action obligation to that which is right).

ü  Leon Duguit : Semua aturan tingkah laku para angota masyarakat, aturan yang daya penggunaannya pada saat tertentu diindahkan oleh anggota masyarakat sebagai jaminan dari kepentingan bersama dan jika yang dlanggar menimbulkan reaksi bersama terhadap orang yang melakukan pelanggaran itu.
ü  Immanuel Kant : Keseluruhan syarat-syarat yang dengan ini kehendak bebas dari orang yang satu dapat menyesuaikan diri dengan kehendak bebas dari orang yang lain, menuruti peraturan hukum tentang kemerdekaan.
ü  Roscoe Pound : Sebagai tata hukum mempunyai pokok bahasan hubungan antara manusia dengan individu lainnya, dan hukum merupakan tingkah laku para individu yang mempengaruhi individu lainnya. Adapun hukum sebagai kumpulan dasar-dasar kewenangan dari putusan-putusan pengadilan dan tindakan administratif Law as a tool of social engineering.
ü  John Austin : Seperangkat perintah, baik langsung maupun tidak langsung dari pihak yang berkuasa kepada warga rakyatnya yang merupakan masyarakat politik yang independen dimana pihak yang berkuasa memiliki otoritas yang tertinggi.
ü  Karl Von Savigny : Aturan yang terbentuk melalui kebiasaan dan perasaan kerakyatan, yaitu melalui pengoperasian kekuasaan secara diam-diam. Hukum berakar pada sejarah manusia, dimana akarnya dihidupkan oleh kesadaran, keyakinan, dan kebiasaan warga masyarakat.
ü  Holmes : Apa yang dikerjakan dan diputuskan oleh pengadilan.
ü  Soerjono Soekamto : Mempunyai berbagai arti: 1. Hukum dalam arti ilmu (pengetahuan) hukum 2. Hukum dalam arti disiplin atau sistem ajaran tentang kenyataan 3. Hukum dalam arti kadah atau norma 4. Hukum dalam ari tata hukum/hukum positf tertulis 5. Hukum dalam arti keputusan pejabat 6. Hukum dalam arti petugas 7. Hukum dalam arti proses pemerintah 8. Hukum dalam arti perilaku yang teratur atau ajeg 9. Hukum dalam arti jalinan nilai-nilai

B.  SEJARAH HUKUM INDONESIA
·         Periode Kolonialisme
Periode kolonialisme terbagi ke dalam tiga tahapan besar, yakni: periode VOC, Liberal Belanda dan Politik etis hingga penjajahan Jepang.
a.       Periode VOC
Pada masa pendudukan VOC, sistem hukum yang diterapkan bertujuan untuk:
1.   Kepentingan ekspolitasi ekonomi demi mengatasi krisis ekonomi di negeri Belanda;
2.   Pendisiplinan rakyat pribumi dengan cara yang otoriter; dan
3.   Perlindungan terhadap pegawai VOC, sanak-kerabatnya, dan para pendatang Eropa.
Hukum Belanda diberlakukan terhadap orang-orang Belanda atau Eropa. Sedangkan bagi pribumi, yang berlaku adalah hukum-hukum yang dibentuk oleh tiap-tiap komunitas secara mandiri. Tata pemerintahan dan politik pada zaman itu telah meminggirkan hak-hak dasar rakyat di nusantara dan menjadikan penderitaan yang mendalam terhadap rakyat pribumi di masa itu.

b.      Periode liberal Belanda

Pada 1854 di Hindia Belanda diterbitkan Regeringsreglement (selanjutnya disebut RR 1854) atau Peraturan tentang Tata Pemerintahan (di Hindia Belanda) yang tujuan utamanya melindungi kepentingan kepentingan usaha-usaha swasta di negeri jajahan dan untuk pertama kalinya mengatur perlindungan hukum terhadap kaum pribumi dari kesewenang-wenangan pemerintahan jajahan. Hal ini dapat ditemukan dalam (Regeringsreglement) RR 1854 yang mengatur tentang pembatasan terhadap eksekutif (terutama Residen) dan kepolisian, dan jaminan terhadap proses peradilan yang bebas.
Otokratisme administrasi kolonial masih tetap berlangsung pada periode ini, walaupun tidak lagi sebengis sebelumnya. Namun, pembaruan hukum yang dilandasi oleh politik liberalisasi ekonomi ini ternyata tidak meningkatkan kesejahteraan pribumi, karena eksploitasi masih terus terjadi, hanya subyek eksploitasinya saja yang berganti, dari eksploitasi oleh negara menjadi eksploitasi oleh modal swasta.
c.       Periode Politik Etis Sampai Kolonialisme Jepang
              Kebijakan Politik Etis dikeluarkan pada awal abad 20. Di antara kebijakan-kebijakan awal politik etis yang berkaitan langsung dengan pembaharuan hukum adalah: 1) Pendidikan untuk anak-anak pribumi, termasuk pendidikan lanjutan hukum; 2) Pembentukan Volksraad, lembaga perwakilan untuk kaum pribumi; 3) Penataan organisasi pemerintahan, khususnya dari segi efisiensi; 4) Penataan lembaga peradilan, khususnya dalam hal profesionalitas; 5) Pembentukan peraturan perundang-undangan yang berorientasi pada kepastian hukum. Hingga runtuhnya kekuasaan kolonial, pembaruan hukum di Hindia Belanda mewariskan: 1) Dualisme/pluralisme hukum privat serta dualisme/pluralisme lembaga-lembaga peradilan; 2) Penggolongan rakyat ke dalam tiga golongan; Eropa dan yang disamakan, Timur Asing, Tionghoa dan Non-Tionghoa, dan Pribumi.
              Masa pendudukan Jepang pembaharuan hukum tidak banyak terjadi seluruh peraturan perundang-undangan yang tidak bertentangan dengan peraturan militer Jepang, tetap berlaku sembari menghilangkan hak-hak istimewa orang-orang Belanda dan Eropa lainnya. Beberapa perubahan perundang-undangan yang terjadi: 1) Kitab UU Hukum Perdata, yang semula hanya berlaku untuk golongan Eropa dan yang setara, diberlakukan juga untuk orang-orang Cina; 2) Beberapa peraturan militer disisipkan dalam peraturan perundang-undangan pidana yang berlaku. Di bidang peradilan, pembaharuan yang dilakukan adalah: 1) Penghapusan dualisme/pluralisme tata peradilan; 2) Unifikasi kejaksaan; 3) Penghapusan pembedaan polisi kota dan pedesaan/lapangan; 4) Pembentukan lembaga pendidikan hukum; 5) Pengisian secara massif jabatan-jabatan administrasi pemerintahan dan hukum dengan orang-orang pribumi.
·         Periode Revolusi Fisik Sampai Demokrasi Liberal
a.       Periode Revolusi Fisik
       Pembaruan hukum yang sangat berpengaruh di masa awal ini adalah pembaruan di dalam bidang peradilan, yang bertujuan dekolonisasi dan nasionalisasi: 1) Meneruskan unfikasi badan-badan peradilan dengan melakukan penyederhanaan; 2) Mengurangi dan membatasi peran badan-badan pengadilan adat dan swapraja, kecuali badan-badan pengadilan agama yang bahkan dikuatkan dengan pendirian Mahkamah Islam Tinggi.
b.      Periode Demokrasi Liberal
UUDS 1950 yang telah mengakui hak asasi manusia. Namun pada masa ini pembaharuan hukum dan tata peradilan tidak banyak terjadi, yang ada adalah dilema untuk mempertahankan hukum dan peradilan adat atau mengkodifikasi dan mengunifikasinya menjadi hukum nasional yang peka terhadap perkembangan ekonomi dan tata hubungan internasional. Kemudian yang berjalan hanyalah unifikasi peradilan dengan menghapuskan seluruh badan-badan dan mekanisme pengadilan atau penyelesaian sengketa di luar pengadilan negara, yang ditetapkan melalui UU No. 9/1950 tentang Mahkamah Agung dan UU Darurat No. 1/1951 tentang Susunan dan Kekuasaan Pengadilan.
·         Periode Demokrasi Terpimpin Sampai Orde Baru
a.    Periode Demokrasi Terpimpin
              Langkah-langkah pemerintahan Demokrasi Terpimpin yang dianggap sangat berpengaruh dalam dinamika hukum dan peradilan adalah: 1) Menghapuskan doktrin pemisahan kekuasaan dan mendudukan MA dan badan-badan pengadilan di bawah lembaga eksekutif; 2) Mengganti lambang hukum ?dewi keadilan? menjadi ?pohon beringin? yang berarti pengayoman; 3) Memberikan peluang kepada eksekutif untuk melakukan campur tangan secara langsung atas proses peradilan berdasarkan UU No.19/1964 dan UU No.13/1965; 4) Menyatakan bahwa hukum perdata pada masa kolonial tidak berlaku kecuali sebagai rujukan, sehingga hakim mesti mengembangkan putusan-putusan yang lebih situasional dan kontekstual.
b.      Periode Orde Baru
              Perkembangan dan dinamika hukum dan tata peradilan di bawah Orde Baru justru diawali oleh penyingkiran hukum dalam proses politik dan pemerintahan. Di bidang perundang-undangan, rezim Orde Baru ?membekukan? pelaksanaan UU Pokok Agraria, dan pada saat yang sama membentuk beberapa undang-undang yang memudahkan modal asing berinvestasi di Indonesia; di antaranya adalah UU Penanaman Modal Asing, UU Kehutanan, dan UU Pertambangan. Selain itu, orde baru juga melakukan: 1) Penundukan lembaga-lembaga hukum di bawah eksekutif; 2) Pengendalian sistem pendidikan dan penghancuran pemikiran kritis, termasuk dalam pemikiran hukum; Singkatnya, pada masa orde baru tak ada perkembangan yang baik dalam hukum Nasional.
·         Periode Pasca Orde Baru (1998 – Sekarang)
              Sejak pucuk eksekutif di pegang Presiden Habibie hingga sekarang, sudah terjadi empat kali amandemen UUD RI. Di arah perundang-undangan dan kelembagaan negara, beberapa pembaruan formal yang mengemuka adalah: 1) Pembaruan sistem politik dan ketetanegaraan; 2) Pembaruan sistem hukum dan hak asasi manusia; dan 3) Pembaruan sistem ekonomi.
              Penyakit lama orde baru, yaitu KKN (korupsi, kolusi dan nepotisme) masih kokoh mengakar pada masa pasca orde baru, bahkan kian luas jangkauannya. Selain itu, kemampuan perangkat hukum pun dinilai belum memadai untuk dapat menjerat para pelaku semacam itu. Aparat penegak hukum seperti polisi, jaksa, dan hakim (kini ditambah advokat) dilihat masih belum mampu mengartikulasikan tuntutan permbaruan hukum, hal ini dapat dilihat dari ketidakmampuan Kejaksaan Agung meneruskan proses peradilan mantan Presiden Soeharto, peradilan pelanggaran HAM, serta peradilan para konglomerat hitam. Sisi baiknya, pemberdayaan rakyat untuk menuntut hak-haknya dan mengembangkan sumber daya hukumnya secara mandiri, semakin gencar dan luas dilaksanakan. Walaupun begitu, pembaruan hukum tetap terasa lambat dan masih tak tentu arahnya.
C.    TUJUAN DAN FUNGSI HUKUM
Norma hokum merupakan norma yang bersifat memaksadan norma hokum ini mempunyai sanksi yang dapat di terapkan kepada pelanggarnya.
Dr. Wirjono Prodjodikoro. S.H. Dalam bukunya “ Perbuatan Melanggar Hukum”. Mengemukakan bahwa tujuan Hukum adalah mengadakan keselamatan, kebahagiaan dan tata tertib dalam masyarakat. Ia mengatakan bahwa masing-masing anggota masyarakat mempunyai kepentingan yang beraneka ragam. Wujud dan jumlah kepentingannya tergantung pada wujud dan sifat kemanusiaan yang ada di dalam tubuh para anggota masyarakat masing-masing.Hawa nafsu masing-masing menimbulkan keinginan untuk mendapatkan kepuasan dalam hidupnya sehari-hari dan supaya segala kepentingannya terpelihara dengan sebaik-baiknya.
Untuk memenuhi keinginan-keinginan tersebut timbul berbagai usaha untuk mencapainya, yang mengakibatkan timbulnya bentrokan-bentrokan antara barbagai macam kepentingan anggota masyarakat. Akibat bentrokan tersebut masyarakat menjadi guncang dan keguncangan ini harus dihindari. Menghindarkan keguncangan dalam masyarakat inilah sebetulnya maksud daripada tujuan hukum, maka hukum menciptakan pelbagai hubungan tertentu dalam hubungan masyarakat.
Menurut Prof. Subekti SH keadilan berasal dari Tuhan YME dan setiap orang diberi kemampuan, kecakapan untuk meraba dan merasakan keadilan itu. Dan segala apa yang di dunia ini sudah semestinya menimbulkan dasar-dasar keadilan pada manusia.
Dengan demikian, hukum tidak hanya mencarikan keseimbangan antara pelbagai kepentingan yang bertentangan satu sama lain, akan tetapi juga untuk mendapatkan keseimbangan antara tuntutan keadilan tersebut dengan “Ketertiban“ atau “Kepastian Hukum“.
Prof. Mr. Dr. L.J. Apeldoorn. Dalam bukunya “Inleiding tot de studie van het Nederlanse Recht”, Apeldoorn menyatakan bahwa tujuan Hukum adalah mengatur tata tertib dalam masyarakat secara damai dan adil. Untuk mencapai kedamaian Hukum harus diciptakan masyarakat yang adil dengan mengadakan perimbanagn antara kepentingan yang saling bertentangan satu sama lain dan setiap orang harus memperoleh (sedapat mungkin) apa yang menjadi haknya. Pendapat Van Apeldoorn ini dapat dikatakan jalan tengah antara 2 teori tujuan hukum, Teori Etis dan Utilitis.
Aristoteles. Dalam Bukunya “Rhetorica” mencetuskan teorinya bahwa tujuan hukum menghendaki keadilan semata-mata dan isi daripada hukum ditentukan oleh kesadaran etis mengenai apa yang dikatakan adil dan apa yang dikatakan tidak adil.
Menurut teori ini buku mempunyai tugas suci dan luhur, ialah keadilan dengan memberikan tiap-tiap orang apa yang berhak dia terima yang memerlukan peraturan sendiri bagi tiap-tap kasus. Apabila ini dilaksanakan maka tidak akan ada habisnya. Oleh karenanya Hukum harus membuat apa yang dinamakan “Algemeene Regels”(Peratuaturan atau ketentuan-ketentyuan umum. Peraturan ini diperlukan oleh masyarakat teratur demi kepentingan kepastian Hukum, meskipun pad asewktu-waktu dadapat menimbulkan ketidak adilan.
Jeremy Bentham. Dalam Bukunya “Introduction to the morals and negismation”, ia mengatakan bahwa hukum bertujuan semata-mata apa yang berfaedah pada orang. Pendapat ini dititikberatkan pada hal-hal yang berfaedah pada orang banyak dan bersifat umum tanpa memperhatikan soal keadilan. Disini kepastian melalui hukum bagi perorangan merupakan tujuan utama dari Hukum.
Mr. J.H.P. Bellefroid. Bellefroid menggabungkan 2 pandangn ekstrim tersebut. Ia menggabungkan dalam bukunya “Inleiding tot de Rechts wetenshap in Nederland” bahwa isi hukum harus ditentukan menurut 2 asas, ialah asas keadilan dan faedah.
Prof. Mr. J van Kan. Ia berpendapat bahwa hukum bertujuan menjaga kepentingan tiap-tiap manusia agar kepentingan itu tidak dapat diganggu. Disini jelaslah bahwa hukum bertugas untuk menjamin kepastian hukum di dalam masyarakat dan juga menjaga serta mencegah agar setiap orang tidak menjadi hakim sendiri. Tetapi, tiap perkara harus diselesaikan melalui proses pengadilan berdasarkan hukum yang berlaku.

Tujuan hukum ada 3,yaitu :
Ø  Menciptakan tatanan masyarakat yang tertib.
Ø  Menciptakan ketertiban dan keseimbangan dengan tercapainya ketertiban dalam masyarakat.
Ø  Melindungi kepentingan manusia dalam mencapai tujuannya.
              Akibat dari adanya sanksi maka hukum itu perlu adanya pengaturan ,oleh karna itu dari setiap pengaturan hukum akan dapat ditemukan tujuan dan fungsi hukum itu sendiri dengan demikian tujuan hukum dapat dikategorikan ke dalam beberapa kategori antara lain :
a.    Tujuan hukum yang mengatur.
  1. Tujuan hukum yang memaksa.
Dengan demikian tujuan hokum ini pula munculnya bentuk-bentuk hokum yang berupa :
a.     Hukum public
  1. Hukum private
              Bentuk hokum public adalah (hokum pidana,sangat memaksa)yang pengaturan dan pemaksaannya ada di tangan public,publik yang dimaksud adalah :
  • Negara
  • Pemerintah
Sedangkan hokum private (hokum perdata,mengatur,kurang memaksa) ia hanya bersifat pengaturan dengan ruang lingkup ada pola masing-masing pihak/personal dan sifat memaksanya pun baru ada setelah adanya permintaan dari para pihak. Dari hokum private dapat berlanjut ke hokum public apabila terjadi penyelewengan pada hokum private.
Contoh : Janji yang telah di sepakati tidak di tepati (ingkar).
Hukum juga  mempunyai fungsi : menertibkan dan mengatur pergaulan dalam masyarakat serta menyelesaikan masalah-masalah yang timbul. Dalam perkembangan masyarakat fungsi hukum terdiri dari :
a.       Sebagai alat pengatur tata tertib hubungan masyarakat.
b.      Sebagai sarana untuk mewujudkan keadilan sosial lahir dan batin
c.       Sebagai sarana penggerak pembangunan
d.      Sebagai fungsi kritis
Fungsi-fungsi hukum tersebut dapat diuraikan sbb:
a.       Sebagai alat pengatur tata tertib hubungan masyarakat
Hukum sebagai norma merupakan petunjuk untuk kehidupan. Manusia dalam masyarakat, hukum menunjukkan mana yang baik dan mana yang buruk, hukum juga memberi petunjuk, sehingga segala sesuatunya berjalan tertib dan teratur. Begitu pula hukum dapat memaksa agar hukum itu ditaati anggota masyarakat.
b.      Sebagai sarana untuk mewujudkan keadilan social lahir batin.
§  Hukum mempunyai cirri memerintah dan melarang.
§  Hukum mempunyai sifat memaksa.
§  Hukum mempunyai daya yang mengikat fisik dan Psikologis
Karena hukum mempunyai cirri, sifat dan daya mengikat, maka hukum dapat memberi keadilan ialah dapat menentukan siapa yang bersalah dan siapa yang benar.

c.   Sebagai penggerak pembangunan.
Daya mengikat dan memaksa dari hukum dapat digunakan atau di daya gunakan untuk menggeraakkan pembangunan. Disini hukum dijadikanalat untuk membawa masyarakat kea rah yang lebih maju.
d.    Fungsi kritis hukum
Dr. Soedjono Dirdjosisworo, S.H dalam bukunya pengantar ilmu hukum, hal 155 mengatakan :
“Dewasa ini sedang berkembang suatu pandangan bahwa hukum mempunyai fungsi kritis, yaitu daya kerja hukum tidak semata-mata melakukan pengawasan pada aparatur pemerintah (petugas) saja melainkan aparatur penegak hukum termasuk didalamnya”.
Syarat-syarat agar fungsi hukum dapat terlaksana dengan baik :
Agar fungsi hukum terlaksana dengan baik, maka para penegak hukum dituntut kemapuannya untuk melaksanakan dan menerapkan hukum dengan baik, dengan seni yang dimiliki masing-masing petugas, misalnya :
- Menafsirkan hukum sesuai dengan keadilan dan psisi masing-masing
- Bila perlu diadakan penafsiran analogis penghalusan hukum atau memberi ungkapan a contrario
Disamping hal-hal tersebut diatas dibutuhkan kecakapan dan ketrampilan serta ketangkasan para penegak hukum dalam menerapkan hukum yang berlaku.
D.    PERISTIWA HUKUM

              Yang dimaksud dengan peristiwa hukum atau kejadian hukum atau rechtsfeit adalah peristiwa kemasyarakatan yang akibatnya diatur oleh hukum, agar lebih jelas akan disampaikan beberapa contoh yang relevan dengan istilah peristiwa hukum, sebab tidak setiap peristiwa kemasyarakatan akibatnya diatur oleh hukum.

Contoh pertama :
              Peristiwa transaksi jual beli barang. Pada peristiwa ini terdapat akibat yang diatur oleh hukum, yaitu timbulnya hak dan kewajiban, sebagaimana pasal 1457 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata bahwa ”Jual beli adalah suatu persetujuan, dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu kebendaan, dan pihak yang lain untuk membayar harga yang telah dijanjikan”.
Contoh kedua :
              Peristiwa kematian seseorang. Pada peristiwa kematian seseorang secara wajar, dalam hukum perdata akan menimbulkan berbagai akibat yang diatur oleh hukum, misalnya penetapan pewaris dan ahli waris. Pada pasal 830 Kitab Undang-undang Hukum Perdata berbunyi “Pewarisan hanya berlangsung karena kematian”. Sedangkan apabila kematian seseorang tersebut akibat pembunuhan, maka dalam hukum pidana akan timbul akibat hukum bagi si pembunuh yaitu ia harus mempertanggungjawabkan perbuatannya sebagaimana disebutkan pada pasal 338 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana bahwa ”Barang siapa dengan sengaja menghilangkan jiwa orang lain, dihukum, karena makar atau pembunuhan atau doodslag, dengan hukuman penjara selama-lamanya lima belas tahun”.
Contoh ketiga :
              Seorang pria menikahi wanita secara resmi. Peristiwa pernikahan atau perkawinan ini akan menimbulkan akibat yang diatur oleh hukum yakni hukum perkawinan dimana dalam peristiwa ini timbul hak dan kewajiban bagi suami istri. Pada  pasal 31 ayat (2) Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan berbunyi “Masing-masing pihak berhak untuk melakukan perbuatan hukum”. Sedangkan pasal 34 ayat (2) menetapkan ”Istri wajib mengatur urusan rumah tangga sebaik-baiknya”.
              Setelah memperhatikan contoh-contoh diatas, ternyata peristiwa hukum itu dapat di bedakan menjadi 2, yaitu :
a.       Peristiwa hukum karena perbuatan subyek hukum;
b.      Peristiwa hukum yang bukan perbuatan subyek hukum.
              Peristiwa hukum karena perbuatan subyek hukum adalah semua perbuatan yang dilakukan manusia atau badan hukum yang dapat menimbulkan akibat hukum. Contoh peristiwa pembuatan surat wasiat dan peristiwa tentang penghibahan barang. Peristiwa hukum yang bukan perbuatan subyek hukum adalah semua peristiwa hukum yang tidak timbul karena perbuatan subyek hukum, akan tetapi apabila terjadi dapat menimbulkan akibat-akibat hukum tertentu. Misal kelahiran seorang bayi, kematian seseorang, dan kadaluarsa (aquisitief yaitu kadaluarsa yang menimbulkan hak dan extinctief  yaitu kadaluarsa yang melenyapkan kewajiban).
              Perbuatan subyek hukum dapat di bedakan menjadi dua, yaitu :
a.       Perbuatan subyek hukum yang merupakan perbuatan hukum;
b.      Perbuatan subyek hukum yang bukan perbuatan hukum.
              Perbuatan subyek hukum yang merupakan perbuatan hukum adalah perbuatann subyek hukum yang akibat hukumnya dikehendaki pelaku. Jadi unsur kehendak merupakan unsur esensial dari perbuatan tersebut. Contoh perbuatan jual beli, perjanjian sewa menyewa rumah, dan lain sebagainya.
Perbuatan hukum ada 2 macam yakni perbuatan hukum yang bersegi satu (eenzijdig) dan perbuatan hukum yang bersegi dua (tweezijdig). Suatu perbuatan hukum bersegi satu adalah setiap perbuatan yang berakibat hukum (rechtsgevolg) dan akibat hukum ditimbulkan oleh kehendak satu subyek hukum, yaitu satu pihak saja (yang telah melakukan perbuatan itu). Misalnya, perbuatan hukum yang disebut dalam pasal 132 KUHPerdata (hak seorang istri untuk melepaskan haknya atas barang yang merupakan kepunyaan suami istri berdua setelah mereka kawin, benda perkawinan), perbuatan hukum yang disebut dalam pasal 875 KUHPerdata (perbuatan mengadakan testamen adalah suatu perbuatan hukum yang bersegi satu), perbuatan hukum yang mendirikan yayasan (stichtingshandhandeling).
Suatu perbuatan hukum yang bersegi dua adalah setiap perbuatan yang akibat hukumnya ditimbulkan oleh kehendak dua subyek hukum, yaitu dua pihak atau lebih. Setiap perbuatan hukum yang bersegi dua merupakan perjanjian (overeenkomst) seperti yang tercantum dalam pasal 1313 KUHPerdata : “Perjanjian itu suatu perbuatan yang menyebabkan satu orang (subyek hukum) atau lebih mengikat dirinya pada seorang (subyek hukum) lain atau lebih”.
Perbuatan subyek hukum yang bukan perbuatan hukum adalah perbuatan subyek hukum yang akibat hukumnya tidak dikehendaki pelaku. Contoh :
1.  Zaakwaarneming (perwakilan sukarela) yaitu perbuatan yang akibatnya diatur oleh hukum, walapun bagi hukum tidak perlu akibat tersebut dikehendaki oleh yang melakukan perbuatan itu. Misalnya pada pasal 1354 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang berbunyi :
Jika seseorang dengan sukarela, dengan tidak mendapat perintah untuk itu, mewakili urusan orang lain dengan atau tanpa pengetahuan orang ini, maka ia secara diam-diam mengikat dirinya untuk meneruskan serta menyelesaikan urusan tersebut, hingga orang yang diwakili kepentingannya dapat mengerjakan sendiri urusan itu. Ia memikul segala kewajiban yang harus dipikulnya, seandainya ia dikuasakan dengan suatu pemberian kuasa yang dinyatakan dengan tegas”.
2.  Onrechtmatigedaad (perbuatan melawan hukum), misalnya pada pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata atau pasal 1401 Burgerlijk Wetboek, yang menetapkan  :
Elke onrechtmatigedaad, waardoor aan een ander schade wordt toegebragt, stelt dengene door wiens shuld die schade veroorzaakt is in de verpligting om dezelve te vergoeden”.
Soebekti dan Tjitrosudibio menterjemahkannya sebagai berikut
:“Tiap perbuatan melanggar hukum, yang membawa kerugian kepada seorang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut”.

E.     KAIDAH DAN NORMA HUKUM
Pengertian norma atau kaidah norma adalah petunjuk hidup,yaitu petunjuk bagaimana kita berbuat, bertingkah laku didalam masyarakat. dengan demikian norma atau kaidah tersebut berisi perintah atau larangan,setiap orang hendaknya menaati norma atau kaidah itu agar dapat hidup tenteram dan damai.
Hukum merupakan seperangkat norma atau kaidah, dan kaidah itu bermacam-macam, tetapi tetap sebagai satu kesatuan. karena kaidah itu berisi perintah atau larangan maka sudah selayaknya kaidah yang merupakan petunjuk hidup tersebut mempunyai sifat yang memaksa yang merupakan ciri norma hukum.
Hakikat Kaidah. Didalam masyarakat terdapat berbagai macam kepentingan bersama mengharuskan adanya ketertiban dalam kehidupan masyarakat. sebagaimana yang telah disebutkan sebelumnya agar dapat memenuhi kebutuhannya dengan aman,tenteram dan damai diperlukan satu tata. tata yang berwujud aturan yang menjadi pedoman tingkah laku manusia dalam pergaulan hidupnya.
Dalam sistem hukum Barat yang berasal dari hukum Romawi itu, dikenal tiga norma atau kaidah yakni:
1.      Impere (perintah)
2.      Prohibere (larangan)
3.      Permittere (yang dibolehkan).
Dalam sistem hukum Islam ada lima macam kaidah atau norma hukum yang dirangkum dalam istilah al-ahkam al-khamsah. Kelima kaidah itu adalah
a.       Fard (kewajiban)
b.      sunnat (anjuran)
c.       ja’iz atau mubah ibahah (kebolehan )
d.       makruh (celaan)
e.       haram (larangan).
Demikianlah dalam garis-garis besarnya telah dibandingkan ketiga system hukum yang berlaku sekarang ditanah air kita.Di dalam kehidupan masyarakat Indonesia sekarang, ketiga sistem hukum tersebut tumbuh dan berkembang. Ketiga-tiganya telah saling pengaruh mempengaruhi dalam konsep dan pengertian. Berbagai konsep dan pengertian yang berasal dari hukum Islam dan hukum Barat telah ditafsirkan menurut perasaan dan kesadaran hukum yang terdapat dalam hukum adat. Karena itu, ketiga sistem hukum tersebut perlu dipelajari dengan seksama, khususnya tentang hukum Islam dan hukum adat yang berlaku ditanah air.
Menurut sifatnya kaidah hukum terbagi 2, yaitu :
a.       hukum yang imperatif,
maksudnya kaidah hukum itu bersifat a priori harus ditaati, bersifat mengikat dan memaksa.
b.      hukum yang fakultatif
maksudnya ialah hukum itu tidak secara a priori mengikat. Kaidah fakultatif bersifat sebagai pelengkap.
Ada 4 macam norma yaitu :
a.       Norma Agama
adalah peraturan hidup yang berisi pengertian-pengertian, perintah-perintah, larangan-larangan dan anjuran-anjuran yang berasal dari Tuhan yang merupakan tuntunan hidup ke arah atau jalan yang benar.ma berpangkal pada kepercayaan pada Tuhan Yang Maha Esa. Norma agama dianggap sebagai ketentuan dari Tuhan dan merupakan ketentuan hidup manusia kea rah yang baik dan benar. Sanksi melanggar norma agama dating dari Tuhan di akhirat.
Contoh – contoh norma agama yaitu:
o    Jangan membunuh sesame manusia
o    Hormatilah ibu bapaknya.
o    Jangan berbuat cabul.
o    Jangan mencuri
b.      Norma Kesusilaan
adalah peraturan hidup yang dianggap sebagai suara hati. Peraturan ini berisi suara batin yang diakui oleh sebagian orang sebagai pedoman dalam sikap dan perbuatannya.
Norma kesusilaan menentukan perbuatan mana yang baik dan mana yang buruk, berdasarkan bisikan suara hatinya. Norma kesusilaan yang mendorong manusia kebaikan akhlak pribadinya guna menyempurnakan manusia itu sendiri. Kaidah susila melarang manusia untuk berbuat cabul, mencuri dan lain-lain, karena hal itu dirasa bertentangan dengan kaidah kesusilaan yang ada di dalam hati nurani setiap manusia yang normal.
Contoh – contoh norma kesusilaan adalah :
o   Jangan mencuri milik orang lain.
o   Berbuatlah jujur.
o   Hormatilah sesamamu.
o   Jangan berzinah.
o   Jangan membunuh.
o   Dan sebagainya.
c.       Norma Kesopanan
adalah peraturan hidup yang muncul dari hubungan sosial antar individu. Tiap golongan masyarakat tertentu dapat menetapkan peraturan tertentu mengenai kesopanan. Norma kesopanan ditujukan kepada sikap lahiriah atau tingkah laku manusia demi untuk ketertiban masyarakat dalam pergaulan dalam rangka mencapai suasana keakraban- keakraban dalam pergaulan, sehingga manusia sebagai makhluk sosial dapat hidup bersama – sama serta hidup berdampingan ditengah – tengan masyarakat.
Contoh – contoh norma kesopanan :
o   Orang muda wajib menghormati orang yang lebih tua.
o   Meminta izin terlebih dahulu bila mau masuk ke rumah orang lain.
o   Mempersilahkan duduk seorang wanita hamil yang berada dalam kendaraan umum yang penuh penumpang.
o   Mengenakan pakaian yang pantas bila menghadiri pesta.
o   Menggunakan barang orang lain harus minta izin lebih dahulu dari pemiliknya.
o   Jangan meludah di hadapan orang lain.
d.      Norma Hukum
adalah peraturan-peraturan hidup yang diakui oleh negara dan harus dilaksanakan di tiap-tiap daerah dalam negara tersebut. Dapat diartikan bahwa norma hukum ini mengikat tiap warganegara dalam wilayah negara tersebut. Norma hukum diperlukan karena memiliki sifat memaksa untuk melindungi kepentingan manusia dalam pergaulan hidupnya dalam masyarakat.
Contoh – contoh norma hukum :
o   Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan secara hukum masing – masing aganya dan kepercayaannya.
o   Tiap – tiap perikatan adalah untuk memberikan sesuatu, untuk berbuat sesuatu atau untuk tidak berbuat sesuatu.
o   Apabila sesuatu persetujuan perburuhan dibuat tertulis maka biaya akte beserta lain – lain biaya tambahan harus dipikul oleh majikan.
F.     PEMBAGIAN HUKUM
Hukum itu sangat luas. Hukum yang berlaku di dalam masyarakat pada saat ini disebut hukum positif. Hukum dapat dibagi menurut beberapa asas, sebagai berikut:
v  Hukum menurut sifatnya.
a.       Hukum yang bersifat memaksa : Hukum yang dalam keadaan bagaimana pun harus mempunyai oaksaan mutlak.
b.      Hukum yang bersifat mengatur  : Hukum yang dapat dikesampingkan apabila pihak-pihak yang bersangkutan telah membuat peraturan sendiri dalam suatu perjanjian.
v  Hukum menurut bentuknya
a.       Hukum tertulis : Hukum yang telah dikodifikasikan (dibukukan) dalam kitab undang-undang dan telah mendapatkan pengesahan dari pemerintah.
b.      Hukum tak tertulis : Hukum yang berkembang di masyarakat / kebiasaan di masyarakat  misalnya hukum adat.
v  Hukum menurut isinya
a.       Hukum privat (hukum sipil)
Adalah hukum mengatur hubungan orang yang satu dengan yang lainnya dengan menitikberatkan pada kepentingan perorangan. Yang termasuk Hukum privat yaitu :
Ø  Hukum perdata : Hukum yang mengatur hubungan hukum antara orang yang satu dengan yang lainnya.
Ø  Hukum dagang : Hukum yang mengatur hubungan hukum antara orang yang satu dengan yang lainnya dalam hal dagang.
b.      Hukum publik (hukum negara)
Adalah Hukum yang mengatur hubungan antara negara dengan alat-alat perlengkapan negara atau hubungan antara negara dengan warga negara (perorangan).
Adapun yang termasuk hukum publik yaitu :
Ø  Hukum pidana : Hukum yang mengatur perbuatan-perbuatan apa yang dilarang dan memberikan hukuman pidana kepada siapa saja yang melanggarnya serta mengatur bagaimana cara-cara mengajukan perkara ke pengadilan.
Ø  Hukum tata negara : Hukum yang mengatur bentuk dan susunan pemerintah suatu negara serta hubungan tata kerja antara lembaga negara.
Ø  Hukum administrasi negara : Hukum yang mengatur tata cara alat-alat kelengkapan negara / pejabat negara dalam menjalankan tugas dan fungsinya sesuai dengan hak dan kewajibannya.
Ø  Hukum Internasional : Hukum yang mengatur hubungan antarnegara satu dengan negara-negara lain dalam hubungan internasional.

v  Hukum menurut sumbernya
a.       Hukum undang-undang : Hukum yang tercantum dalam peraturan perundang-undangan.
b.      Hukum kebiasaan (adat) : Hukum yang berasal dari ketentuan kebiasaan / adat yang ditaati oleh anggota masyarakatan dan penguasa masyarakat.
c.       Hukum yurisprudensi : Hukum yang terbentuk karena keputusan hakim.
d.      Hukum traktat  : Hukum yang ditetapkan oleh negara-negara dalam suatu perjanjian antarnegara.
e.       Doktrin : Hukum yang berasal dari pendapat ahli hukum.
v  Hukum menurut fungsinya / cara mempertahankannya.
a.       Hukum material : Hukum yang terdiri dari perintah-perintah dan larangan-larangan.
contohnya : Hukum pidana dan Hukum perdata.
b.      Hukum formal : Hukum yang mengatur bagaimana cara melaksanakan dan mempertahankan hukum material atau mengatur bagaimana cara hakim memberi putusan.
contohnya : Hukum acara pidana dan Hukum acara perdata
G.     TUGAS HUKUM DALAM MASYARAKAT
Tugas hukum dalam masyarakat dapat dijelaskan sebagai berikut :
a.       Hasil penelitian para sosilog dan antropolog membuktikan bahwa pada masyarakat kuno dan bagaimanapun primitifnya juga terdapat hukum.
b.      Selama ada masyarakat, masyarakat besar maupun kecil, selalu diikuti oleh hokum.
c.       Hukum terdapat dimana saja/di seluruh dunia selama ada manusia bermasyarakat: hanya bentuk daripada hukum itu yang berbeda-beda tergantung pada tingkat peradabannya.
d.      Kesemuanya itu menunjukkan bahwa hokum itu berperan sekali dalam kehidupan masyarakat.
Mengenai manusia sebagai makhluk , Aristoteles mengatakan bahwa manusia adalah “zoon politicon”, -makhluk social atau makhluk bermasyarakat-. Oleh karenanya tiap anggotamasyarakat mempumyai hubungan antara satu dengan yang lain. Tiap hubungan tentu menimbulkan hak dan kewajiban.
Selain itu masing-masing anggota masyarakat tentu mempunyai hubungan kepentingan. Kepentingan ini berbeda dan tidak jarang saling berlawanan, demikian pula keadaan kehidupan masyarakat di masa kini. Manusia selalu melakukan perbuatan hokum (rechtshandeling).Dengan demikian, jelaslah bahwa sejak manusia itu dilahirkan, ia langsung menjadi pendukung hak dan segala benda yang ada di sekelilingnya menjadi objek daripada hak.Selanjutnya ikatan hokum menghubungkan manusia dengan manusia yang lain dan menghubungkan manusia dengan benda-benda di sekelilingnya.
Mengenai peranan hukum yang tak terhingga ragamnya itu dapat dikemukakan berbagai contoh dalam kehidupan manusia sehari-hari, sbb :
a.       Dengan keluarga.
b.      Dalam pekerjaan (hubungan kerja)
c.       Di dalam menjalankan pekerjan atau profesi
d.      Hubungan dengan hak
e.       Dalam perkembangan masyarakat
f.       Dalam hubungan dengan ilmu lainnya
g.      Dalam mempelajari hukum
h.      Dalam penggunaan istilah hukum
H.      POLITIK HUKUM DI INDONESIA
Bagaimanakah hubungan antara hukum dan politik ? Bukan hal baru bagi kalangan sarjana hukum, bahwa hukum adalah produk politik. Sekalipun demikian ketika hukum itu disepakati dan ditetapkan (eksis) maka politik harus tunduk pada hukum. Tapi dalam kenyataan ditemui, peranan politik kelihatannya lebih dominan dalam kehidupan negara dan bangsa.
Artinya tidak jarang faktor politik lebih dipentingkan dari pada faktor hukum. Politik mendominasi hukum. Ini pulalah suatu fenomena keberadaan hukum di Indonesia dalam dekade waktu yang lampau yang dapat diteliti dan sampai sekarang masih dirasakan. Seperti telah dikemukakan, bahwa antara hukum dan politik memiliki hubungan yang kait mengkait. Arbi Sanit menyebutnya politik sebagai variabel yang berpengaruh kepada hukum.
Dikemukakan pula, sedikitnya ada tiga titik temu antara politik dan hukum di dalam kehidupan sehari-hari. Pertama, ialah pada waktu penetapan penjabat hukum melibatkan politik. Kedua, ialah proses pembuatan hukum itu sendiri. Setiap proses pembuatan kebijaksanaan formal yang hasilnya tertuang dalam produk hukum pada dasarnya adalah produk dari proses politik dan; ketiga yaitu proses pelaksanaan hukum dimana pihak-pihak yang berkepentingan berusaha mempengaruhi pelaksanaan kebijaksanaan yang sudah berbentuk hukum tersebut, sejalan dengan kepentingan dan kekuatannya. Diakui memang, bahwa hukum tidak bisa bebas dari pengaruh politik. Tetapi pengaruh itu seharusnya hanya sampai sebatas pada saat pembentukannya karena hukum itu sendiri dibentuk melalui proses politik.
 Tetapi titik temu sebagaimana dikemukakan diatas, seharusnya tidak mendominasi (kalau tak ingin mengatakan tidak seharusnya ada) setelah hukum yang dirumuskan itu ditetapkan sebagai peraturan perundang-undangan. Seharusnya politik harus tunduk pada hukum, termasuk kedalamnya perilaku politik. Karena itu tidak selayaknya di dalam proses pelaksanaan hukum pihak-pihak yang berkepentingan berusaha mempengaruhi pelaksanaan yang sudah berbentuk hukum. Prilaku politik serupa itu jelas memiliki kecendrungan pada perong-rongan terhadap eksistensi dan wibawa hukum, yang pada gilirannya berdampak terhadap penegakkan hukum. Untuk tegaknya hukum, maka hukum dalam pelaksanaannya harus bebas dari pengaruh politik apalagi dipengaruhi.
 Apabila pelaksanaan hukum dipengaruhi, maka ia jelas betentangan dengan prinsip negara hukum dan prinsip-prinsip demokrasi yang salah satu prinsipnya adanya peradilan yang bebas ataupun perlidungan terhadap hak asasi manusia. Singkatnya apabila pelaksanaan hukum tidak bebas dari pengaruh politik, maka hukum cendrung hanya sebagai legitimasi kekuasaan dan sebagai alat untuk kepentingan penguasa. Dalam lain perkataan hukum memang diakui sebagai produk politik, tetapi setelah hukum eksis, politik harus tunduk pada hukum.
Pelaksanaan hukum harus dilihat sebagai proses hukum semata-mata dan bukan lagi proses politik. Pemahaman ini berbeda dengan arti politik hukum. Karena politik hukum bukanlah dua variabel antara politik dan hukum. Tetapi arti politik hukum adalah kebijaksanaan di dalam bidang hukum, kebijaksanaan hukum yang bagaimana yang akan ditetapkan dan dilaksanakan dalam kehidupan negara dan bangsa.  


BAB III
KESIMPULAN
Dapat kita simpulkan bahwa Ilmu hukum pada dasarnya adalah menghimpun dan mensistematisasi bahan-bahan hukum dan memecahkan masalah-masalah. Pengertian hukum yang memadai harus tidak hanya memandang hukum itu sebagai suatu perangkat kaidah dan asas-asas yang mengatur kehidupan manusia dalam masyarakat, tapi harus pula mencakup lembaga (institusi) dan proses yang diperlukan untuk mewujudkan hukum itu dalam kenyataan. Di dalam hukum terdapat norma- norma dan kaidah - kaidah yang wajib dipatuhi agar tidak terjadinya peristiwa yang melanggar suatu hukum yang berlaku.
Hukum bertugas untuk menjamin kepastian hukum di dalam masyarakat dan juga menjaga serta mencegah agar setiap orang tidak menjadi hakim sendiri. Tetapi, tiap perkara harus diselesaikan melalui proses pengadilan berdasarkan hukum yang berlaku.
  

SUMBER REFERENSI

Soeroso,R. 2011.Pengantar Ilmu Ekonomi.Jakarta:Sinar Grafika.
Internet
              : google.com